Bersentuhan dengan Wanita membatalkan Wudhu
Perspektif Empat Madzhab*

Wudhu merupakan salah satu syarat yang pokok dalam shalat, Allah SWT sudah menjelaskan tatacaranya, sebagaimana yang telah tercantum dalam Alqur'an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ 

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS Al-Maidah: 6)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menjelaskan tatacara ini kepada umatnya agar tidak menemukan kesulitan di masa yang akan datang, akan tetapi terjadi perbedaan pendapat tentang faktor yang dapat membatalkan wudhu’ tersebut, yang menyebabkan shalat tersebut menjadi tidak sah.


Adapun faktor-faktor yang membatalkan wudhu’ sebagai berikut:

1) Keluarnya najis dari dua lubang (depan dan belakang).
2) Bersentuhan dengan wanita.
3) Menyentuh kemaluan.
4) Tidur.
5) Makan daging unta.

Pada suatu hari penulis sedang menuju ke masjid mengendarai motor dalam keaadaan berwudhu, tiba-tiba ada seorang nenek yang meminta bantuan untuk diantarkan ke rumahnya yang tidak jauh dari masjid. Ketika mau membonceng, tangan nenek tiba-tiba meraih tangan penulis untuk membantunya supaya bisa duduk di kursi belakang, setelah selesai mengantar beliau, apakah penulis harus mengulangi wudhu atau tidak? Bagaimana pendapat ulama tentang hal ini?

A. Sentuhan Kulit sesama Jenis


Sentuhan kulit bisa terjadi dengan sesama jenis ataupun tidak, baik dengan syahwat maupun tidak. Apabila sentuhan kulit itu terjadi antara sesama jenis tanpa adanya syahwat maka seluruh ulama dalam hal ini sepakat bahwa wudhunya tidak batal, adapun jika sentuhan itu disertai dengan syahwat maka ulama berbeda pendapat, perbedaan tersebut terbagi menjadi dua:

1. Pendapat Pertama:

Mayoritas Ulama (Jumhur Ulama) dari Madzhab Hanafiah, sebagian Malikiah, Syafi’iah, Hanabilah, Zhohiriah, dan Imamiah berpendapat hal tersebut tidak membatalkan wudhu.

Dalil Mayoritas Ulama: sentuhan kulit sesama jenis tersebut, bukan termasuk dari apa yang disebutkan oleh nushus syari’ah (Alquran dan Hadits) dan bukan juga dari apa yang dimaksudkan oleh dalil-dalil tersebut, maka dari itu sentuhan kulit sesama jenis tidak membatalkan wudhu’.

2. Pendapat Kedua:

Sebagian besar Ulama Malikiah berpendapat hal tersebut membatalkan wudhu.

Dalil Malikiah : menqiyaskan/menyamakannya dengan sentuhan kulit dengan lawan jenis, karena setiap sentuhan kulit yang mengandung syahwat itu membatalkan wudhu’.

Kesimpulan Madzhab Malikiah :
Sentuhan kulit bisa membatalkan wudhu dengan syarat-syarat sebagi berikut ;
  1. Penyentuh mesti sudah baligh. 
  2. Yang disentuh termasuk orang yang menimbulkan syahwat menurut kebiasaan orang banyak.
  3. Penyentuh bermaksud untuk menikmatinya atau mendapatkan kenikmatan dari sentuhan tersebut.
  4. Sentuhan tersebut harus dengan anggota badan si penyentuh baik bagian tubuh itu asli maupun tambahan.
Apakah bersentuhan disyaratkan dengan tanpa penghalang?
Apabila sentuhan kulit tersebut dihalangi dengan suatu yang tebal dari si penyentuh (seperti jaket tebal/selimut) maka mereka sepakat hal tersebut tidak membatalkan wudhu, akan tetapi jika dia menyentuh penghalang dari orang yang ingin disentuhnya maka wudhunya batal.

Pendapat yang kuat dari Malikiyah:
  1. Apabila sentuhan kulit tesebut antara laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan dan terpenuhi syarat-syarat yang diatas tersebut maka wudhu’nya batal.
  2. Apabila setuhan kulit tersebut terpenuhi syarat-syaratnya maka baik si penyentuh dan disentuh batal wudhu’ keduanya.
Pendapat Yang Kuat dari dua kedua pendapat diatas adalah:
Setelah kita sebutkan pendapat para ulama diatas, maka jelaslah bagi kita bahwa pendapat yang kuat adalah pendapat Mayoritas Ulama, yang mengatakan bahwa sentuhan kulit antara sesama jenis tidak membatalkan wudhu’ dikarenakan kuatnya dalil mereka dan lemahnya dalil kelompok yang lainnya.

B. Sentuhan Kulit dengan Lawan Jenis.
Sentuhan kulit dengan lawan jenis terbagi dua macam, yaitu:

B.1. Sentuhan kulit dengan lawan jenis tanpa adanya syahwat

Jika seseorang menyentuh kulit lawan jenisnya tanpa syahwat, ulama berbeda pendapat terhadap hal ini:

1. Pendapat Pertama :
Sebagian besar ulama dari Hanafiah, Malikiah dan Hanabilah (dalam pendapat masyhur mereka), dan Imamiah berpendapat bahwa sentuhan kulit antara lawan jenis tidak membatalkan wudhu, selama tanpa diiringi syahwat.

Pendapat yang dipakai dalam Hanafiah : 
Bahwasanya menyentuh kulit sesama jenis maupun lawan jenis tidak membatalkan wudhu, baik dengan syahwat ataupun tidak kecuali seorang laki-laki menyentuh wanita dengan sentuhan yang mesum hal ini menurut dua ulama mereka (syaikhain) yaitu Abu Hanifah dan Abi Yusuf, adapun Muhammad bin Alhasan Asy-Syaibani berpendapat bahwa hal tersebut tidak membatalkan wudhu kecuali apabila keluar darinya sesuatu (mani), maka wudhunya batal, disebabkan keluarnya sesuatu tersebut bukan karena sentuhannya.

Pendapat yang masyhur dalam madzhab Ahmad:
Bahwasanya menyentuh kulit wanita dengan syahwat itu membatalkan wudhu, jika tidak dengan syahwat maka wudhunya tidak batal.

Sedangkan pendapat yang dipakai oleh Mazhab Hanbali : bahwasanya tidak ada perbedaan antara orang asing dengan mahram, tua dan muda. Hal yang membatalkan wudhu dalam pendapat kuat mereka yaitu dengan syarat sentuhan itu bersyahwat, menggunakan bagian tubuh si penyentuh, dan tidak ada penghalang.

Dan menurut pendapat kuat mereka, orang yang disentuh wudhunya juga batal apabila ia bersyahwat pula, dalam sebuah riwayat mereka : orang yang disentuh wudhunya tidak batal secara mutlak, dan tidak ada pengulangan wudhu bagi perempuan meskipun dia yang menyentuhnya (penyentuh).

2. Pendapat Kedua :
Syafi’iah dan Zhohiriah berpendapat bahwa sentuhan kulit antara lawan jenis meskipun tanpa syahwat tetap membatalkan wudhu.

Pendapat yang dipakai dalam Madzhab Syafi’i :
Bahwasanya apabila dua kulit bersentuhan antara laki-laki dan perempuan asing maka wudhu penyentuh batal, baik si penyentuh itu laki-laki atau perempuan, dengan syahwat atau tidak, sengaja ataupun tidak. Baik yang disentuh atau bagian tubuh yang menyentuh tersebut asli atau tambahan (red:palsu) jika tidak ada penghalang maka wudhunya tetap batal. 

Adapun pendapat yang paling kuat menurut Madzhab Syafi’i terhadap orang yang disentuh  wudhunya batal. 

Apakah menyentuh gigi, rambut dan kuku membatalkan wudhu'?
Menurut pendapat yang dipakai dalam madzhab Syafi’i mengatakan bahwa hal ini tidak membatalkan wudhu, karena menyentuh bagian tersebut biasanya tidak menimbulkan syahwat.

Apakah menyentuh kulit mahram membatalkan wudhu’?
Tidak membatalkan wudhu, karena biasanya menyentuh orang yang haram kita nikahi yang disebabkan oleh nasab (keturunan) atau sepersusuan atau pernikahan mereka tidak menimbulkan syahwat.

Apakah menyentuh anak kecil membatalkan wudhu?
Jika umur anak kecil tersebut dapat membuat laki–laki bersyahwat melihatnya, maka menyentuhnya dapat membatalkan wudhu, jikalau belum maka tidak membatalkan wudhu.

Apakah begitu juga hukumnya menyentuh orang yang sudah tua (yang menurut kebiasaan sudah tidak mempunyai syahwat lagi)?
Jumhur (Mayoritas) Syafi’iah mengatakan bahwa menyentuh orang yang sudah tua tetap membatalkan wudhu karena mereka masih termasuk orang yang dapat menimbulkan syahwat.

Bagaimana dengan menyentuh bagian tubuh orang yang terpotong?
Menurut pendapat yang dipakai dalam madzhab Syafi'i tidak membatalkan wudhu.

Dalil-Dalil dari Kedua Pendapat Diatas:

Dalil Hukum Pendapat Pertama

Mayoritas Ulama Fiqih yang mengatakan bahwa menyentuh kulit lawan jenis tanpa syahwat tidak membatalkan wudhu, berdalil dengan :

a. Hadits

Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Aisyah (radhiyallahu anha) :

أن النبي صلى الله عليه وسلم قبل امرأة من نسائه ثم خرج إلى الصلاة ولم يتوضأ

Artinya : Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencium salah seorang istrinya kemudian keluar untuk shalat dan tidak berwudhu (lagi).

Hadits ini dengan jelas menjelaskan bahwa laki-laki menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu, karena Rasulullah menyentuh istrinya kemudian shalat tanpa mengulangi wudhunya lagi, jikalau sentuhan tersebut membatalkan wudhu maka pastilah beliau akan mengulangi wudhu’nya kembali.

b. Logika

Sebenarnya sentuhan kulit itu bukanlah termasuk dari hadats (sifat yang melekat pada diri seseorang, selama sifat ini masih ada pada seseorang maka ia terhalang melaksanakan ibadah atau sesuatu yang bersifat maknawi, seperti buang angin), akan tetapi dia dapat membatalkan wudhu’ dikarenakan adanya syahwat yang menyebabkan keluarnya hadats.

Dalil Hukum Pendapat Kedua
Ulama yang berpendapat bahwa bersentuhan kulit dengan lawan jenis dapat membatalkan wudhu’ meski tanpa adanya syahwat.

a. Alquran

Allah Swt. berfirman :

وإن كنتم مرضى أو على سفر أو جاءَ أحد منكم من الغائط أو لامستم النساء فلم تجدوا ماءً فتيمموا صعيدا طيبًا  المائدة 

Artinya : Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kaskus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah kamu dengan dengan debu yang baik (suci). (َQs. Al-maidah: 6)

Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk bersuci disebabkan لمس (sentuhan), dan makna dari لمس disini ialah sentuhan tangan, sebagaimana firman Allah Swt :

و لو أنزلنا عليك كتابا في قرطاس فلمسوه بأيديهم  (الأنعام : 7)

Artinya : “Dan sekiranya kami turunkan kepadamu (Muhammad) tulisan di atas kertas, sehingga mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri.”

b. Hadits

ما رواه مالك عن ابن شهاب عن سالم بن عبد الله بن عمر عن أبيه قال :فمن قبل امرأته أو جسها بيده فعليه الوضُوءُ. (الموطأ 1:92).

Artinya : Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah bin Umar dari Ayahnya berkata : “Barangsiapa yang mencium istrinya atau menyentuh tangan istrinya maka wajib baginya (mengulangi) wudhu”.

Hadits ini dengan jelas mengatakan bahawa menyentuh tangan perempuan membatalkan wudhu meskipun tanpa syahwat tetap membatalkan wudhu.

c. Logika

Qiyas : bahwasanya orang yang sedang ihram haji bila bersentuhan dengan lawan jenis wajib baginya membayar fidyah, maka berarti bila seseorang bersentuhan dengan lawan jenis dengan atau tanpa syahwat wudhunya batal.

B.2. Sentuhan kulit dengan lawan jenis disertai syahwat

Jika seseorang menyentuh kulit lawan jenisnya dengan syahwat ulama berbeda pendapat terhadap hal ini :

1. Pendapat pertama :
Mayoritas Ulama Fiqih Malikiah, Syafi’iah, Hanabilah (pendapat yang dipakai), dan Zohiriah berpendapat bahwa menyentuh kulit lawan jenis disertai dengan syahwat dapat membatalkan wudhu.

2. Pendapat kedua :
Ulama Hanafiah dan Imamiah berpendapat bahwa menyentuh kulit lawan jenis diiringi dengan syahwat tidak membatalkan wudhu.

Dalil-Dalil Hukum

Dalil Hukum Pendapat Pertama
Mayoritas ulama fiqih yang mengatakan bahwa menyentuh kulit lawan jenis dengan syahwat membatalkan wudhu’, sebagai berikut:

a. Al-qur’an

Allah Swt berfirman :

وإن كنتم مرضى أو على سفر أو جاءَ أحد منكم من الغائط أو لامستم النساء فلم تجدوا ماءً فتيمموا صعيدا طيبًا  المائدة

Artinya : Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kaskus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka ber-tayamum-lah kamu dengan dengan debu yang baik (suci). (Qs. Al-Maidah: 6).

Pada ayat di atas Allah Swt. memerintahkan kita untuk bersuci dari لمس (menyentuh wanita), makna hakikat dari لمس yaitu bersentuhnya dua kulit.

b. Hadits
عن ابن عمر رضي الله عنهم : أن من قبّل أو جس فعليه الوضُوءُ

Artinya : dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhumaa : bahwasanya siapa yang mencium dan menyentuh (istrinya) maka wajib bagi dia wudhu.

Sentuhan dan ciuman keduanya dapat menimbulkan syahwat , maka hadits diatas menjelaskan bahwa siapa yang mencium dan menyentuh istrinya wajib baginya wudhu’ .

c. Logika

Sentuhan kulit dengan lawan jenis yang disertai syahwat sangat berpeluang menjadi penyebab keluarnya hadats, oleh sebab itu menyentuh kulit dengan syahwat membatalkan wudhu'.

Dalil Hukum Pendapat Kedua
Ulama yang berpendapat bahwa sentuhan kulit dengan lawan jenis disertai syahwat dapat membatalkan wudhu’, sebagai berikut:

a. Hadits

Hadits riwayat Dzahabi dari jalur Al-a’masy :

عن حبيب بن أبي ثابت عن عروة عن عائشة أن النبي صلى الله عليه و سلم قبّل بعض نسائه ثم خرج إل الصلاة ولم يتوضأ

Artinya : dari Habib bin Abi Tsabit dari ‘Urwah dari Aisyah bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencium berberapa istrinya kemudian keluar untuk shalat dan tidak berwudhu (lagi).

Hadits diatas menjelaskan kepada kita bahwa ciuman tidak membatalkan wudhu apalagi sekedar sentuhan kulit.

b. Logika

Sentuhan itu sendiri bukanlah hadats, dan biasanya tidak menyebabkan hadats, dan ini serupa dengan sentuhan laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan.

KESIMPULAN:

Demikian pendapat para ulama tentang hukum persentuhan kulit laki-laki dan perempuan. Setelah mencermatinya, dapat disimpulkan bahwa semua pendapat memiliki argumentasinya masing-masing. Hanya saja, untuk kehati-hatian dalam masalah ibadah, pendapat Imam Syafi’i dan para pengikutnya (Syafi'iyah) yang menyatakan batalnya wudhu karena persentuhan kulit laki-laki dan perempuan, layak untuk dipegang.

Akan tetapi, perlu dipahami bahwa perbedaan semacam ini merupakan bukti kekayaan khazanah keilmuan umat Islam, dan bukan merupakan ajang perselisihan dan perpecahan. Karenanya, prinsip saling tolong-menolong dalam mengamalkan hal-hal yang disepakati, dan saling toleransi dalam menjalankan hal-hal yang diperselisihkan, patut dikedepankan. Wallahu a’lam bishowaab.
_______________

*Oleh: Afifuddin, Mahasiswa Tahun 2 Fakultas Syariah Walqonun Jurusan Syariah Islamiyah Al-Azhar Cairo.
Share To:

FS Almakki

Post A Comment:

0 comments so far,add yours