2022

Oleh : Y.S Tenra Septu Amin

    Permasalahan harto pusako tinggi sebenarnya sudah lama menjadi perbincangan hangat di kalangan ulama, terutama  ulama minangkabau. Harta pusaka tinggi dikatakan bertentangan dengan pembagian harta warisan dalam hukum Islam karena ketidakjelasan kepemilikannya. Sebagian kalangan mengatakan bahwa harta pusako jatuh hak pakainya kepada anak perempuan. Adapun sebagian yang lain mengatakan hak pakai saja yang jatuh kepada anak perempuan, tetapi  hak milik harta tersebut atas nama kaum adat.

    Sebelumnya perlu diketahui bahwa harta pusako di Minangkabau dibagi menjadi dua, yaitu : Harta Pusako Tinggi dan Harta Pusako Randah. Harta Pusako (Pusaka ) Tinggi adalah harta turun temurun yang diwariskan dari nenek moyang kepada perempuan garis keturunan ibu (materialistik) yang digunakan untuk kepentingan bersama melalui pengelolaan dan pemeliharaan sebagai sumber pencaharian.

    Anak perempuan dalam harta pusako tinggi punya hak pakai bukan hak milik sebagai limpapeh bundo kanduang panghuni rumah gadang  yang menetap di kampung. Oleh sebab itu, dibutuhkan modal untuk hidup dalam memanfaatkan harta pusako tersebut, seperti menggarap sawah, kebun, dan lain-lain. Hak milik harta pusako tinggi ini atas nama kaum, karena asal muasal dari nenek moyang yang sama, maka konsekuensinya adalah harta pusako tinggi ini dimiliki bersama. Harta Pusako tidak hanya terbatas pada tanah tapi juga sawah, rumah, kolam, bangunan dan  rumah gadang  sebagai tampek panghulu niniak mamak bapijak manyalasaian pakaro adaik (tempat musyawarah untuk menyelesaikan urusan adat).

    Hukum asal harta pusako tinggi dalam budaya Minangkabau itu tidak boleh dijual, karena kepemilikannya bersama dan tidak diperuntukkan untuk kepentingan pribadi. Namun diperbolehkan menjualnya dengan 4 keadaan :

 Mambangkik batang tarandam (Membangkitkan ekonomi anak cucu yang terpuruk)

Gadih gadang alun balaki  (Modal perkawinan perempuan yang sudah cukup umur untuk menikah)

Rumah Gadang Katirisan (Memperbaiki Rumah Gadang )

Mayik tabujua diateh rumah (Dana penyelenggaraan kematian mayat)

    Empat keadaan tersebut berlaku dalam keadaan darurat artinya ketika anak cucu tidak lagi memiliki pegangan lain kecuali dengan menjual harta pusako tinggi. Sedangkan harta pusako randah adalah harta yang didapat dari hasil pencaharian orangtua diwariskan kepada anak sebagai ahli waris dan dibagi sesuai dengan hukum mawarits Islam (faraidh).

    Pada zaman dahulu, Minangkabau dipimpin oleh dua tokoh adidaya yaitu :Datuak Katumanggungan dengan gaya aristokrasi (oligarki modern) memimpin Koto Piliang,dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang dengan gaya demokrasi memimpin Bodi Chaniago . Mereka merupakan saudara seibu yang mulai menyusun peraturan adat Minangkabau termasuk tentang harta pusako tinggi.

    Setelah masuknya Islam ke ranah Minang pada abad ke 7 M, dibuktikan dengan keberadaan kampung Arab di Pariaman, maka aturan adat dan syara’ dibuat selaras dengan slogan masyhur “adat basandi syara’ ,syara’ basandi kitabullah , syara’ mangato adat mamakai.”Maksud dari slogan tersebut adalah aturan adat harus sesuai dengan aturan syara’ (aturan agama Islam ) , berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah . Jadi , setiap pembuatan aturan adat harus merujuk kepada 2 mashdar utama yaitu : Al-Qur’an dan Sunnah

    Timbul pertanyaan dari pernyataan-pernyataan di atas, yakni apakah aturan adat yang telah ada sebelum masuknya Islam ke Minangkabau harus dihapuskan? Apakah karena pelopornya sendiri, yaitu Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah nan Sabatang yang tidak beragama Islam otomatis membuat peraturan adat yang mereka telah buat tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang telah berlaku dalam Islam tak terkecuali perkara harta Pusako Tinggi ? Bagaimana status harta pusako tinggi dalam Islam? Apakah tidak sesuai dengan faraidh karena hanya diberikan kepada anak perempuan? Karena dalam Islam, membagi harta warisan itu melalui ketentuan langsung dari Al-Qur’an. Lalu, jika tidak ada keselarasan antara adat dan agama ,mungkinkah slogan ABSSBK  hanya bualan sastra saja ?

    Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan , ulama Minangkabau pada zaman dahulu pun berbeda pendapat . Amir Syarifuddin dalam buku berjudul : ‘Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam dalam Adat Minangkabau’ menyebutkan, Syekh Ahmad Khatib memaparkan hal tersebut melalui tulisannya ‘Al-Dai al-Masmu Fii Al-Raddi ala Al-Tawarisi al-Ikhwati wa Awadi Al-Akhawati ma’a Wujud al-Ushuli wa al-Furu’i (Dakwah yang Didengar tentang Penolakan Atas Pewarisan Saudara dan Anak Saudara dengan Keberadaan Orang Tua dan Anak).

     Syeikh Ahmad Khatib berbeda pendapat dengan beberapa muridnya. Salah satunya adalah Syekh Abdul Karim Amrullah (Inyiak Rasul) yang merupakan ayahanda Buya Hamka. Ayah buya Hamka berpendapat bahwa harta pusaka berbeda dengan harta pencarian. Harta pusaka dinilai sama dengan harta wakaf atau harta musabalah yang ada di zaman Khalifah Umar bin Khatab yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum.

    Harta musabalah di Zaman Khalifah Umar bin Khattab diqiyaskan dengan pusaka tuo di Minangkabau yang memang keberadaannya tidak mudah dijual begitu saja sebab untuk menggadaikanya saja memiliki syarat yang berat. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli yang juga merupakan murid Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi mendukung pendapat Inyiak Rasul ini .

    Dalam Kongres Badan Permusyawaratan Alim Ulama, Ninik Mamak dan Cadiak Pandai Minangkabau pada 4-5 Mei 1952 disepakati bahwa untuk tanah pusaka tinggi (turun temurun) berlaku hukum adat. Sementara untuk harta pencaharian atau harta pusaka rendah, berlaku hukum faraidh (waris Islam).

    Adanya pendapat-pendapat tersebut menjadi dasar masukan bagi Seminar Hukum Adat Minangkabau pada tahun 1968 untuk menetapkan kesimpulan. Walaupun sebenarnya, menurut Amir MS dalam Buku ‘Pewarisan Harato Pusako Tinggi dan Pencaharian Minangkabau  terbitan tahun 2011, kesimpulan terhadap hal ini sudah dicapai dalam kongres sebelumnya pada tahun 1952. Seminar yang digelar pada 1968 lebih kepada menegaskan sehingga bisa diaplikasikan, sehingga tujuan pengadaan Seminar ini adalah untuk mempertegas rumusan kesimpulannya menjadi dua poin yang terdapat dalam kongres pada tahun 1952.

     Dari pemaparan di atas, sudah cukup untuk menjawab pertanyaan,”apakah pengelolaan harta pusako tinggi tidak bertentangan dengan hukum Islam ?” Jawabannya tidak, karena beberapa hujjah di bawah ini :

1. Pada awalnya harta tersebut adalah milik kaum diwariskan kepada anak perempuan sebagai pengelola bukan pemilik,karena hak milik bersama

2.  Faraidh dalam Islam hanya mengatur pembagian harta warisan milik pribadi seperti pewarisan harta ushul kepada furu’(orangtua-anak) bukan kepemilikan bersama.

3. Harta pusaka tuo di Minangkabau, diqiyaskan dengan harta musabalah di Zaman Khalifah Umar bin Khattab yang memang keberadaannya tidak mudah dijual begitu saja , kecuali dengan empat syarat yang telah disebutkan pada muqoddimah tadi .

    Tujuan penulis membuat tulisan ini ialah ingin meluruskan anggapan slogan “adat basandi syara’,syara basandi kitabullah ,syara’ mangato adat mamakai.” tidak hanya sebagai ucapan yang keluar dari mulut manis seseorang tanpa aplikasi nyata di realitanya, melainkan juga mempertimbangkan aspek-aspek keislaman .

    Orang Minangkabau sangat mengerti adat dan agama. Mereka telah dididik mangarati kato nan ampek yang dalam agama masuk dalam kajian akhlak , baraja silek melambangkan keberanian , dan lalok disurau mengajarkan bahwa laki-laki yang menghidupkan rumah Allah sedari diri .Jadi, terlalu naif kalau mereka menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi .

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ

 

 

 

Jadi yang Terbaik

Oleh : Awan

 

Amal tak cukup diacungkan tuk menggapai rahmat-Nya

Sholat yang tak seberapa tak cukup membayar surga-Nya

Puasa yang tak seberapa tak cukup menahan panasnya neraka

Zakat yang tak seberapa terlalu sedikit

Tuk layak meminum air telaga rasul-Nya

 

Sholawat terus disenandungkan dengan penuh harap

Harapan agar sang nabi sudi memandangku

Di bawah terik hari perhitungan

Matahari pada hari itu berada sejengkal di atas kepala

Yang tidak beruntung akan tenggelam di lautan keringat dosa

 

Kehadiranku di hadapan majelis para ulama dipenuhi semampu diri

Agar dipandang juga wajah sang pendosa ini

Wajah penuh harap tuk mendapat doa

Yang mengiringiku ke dalam nikmat surga

Usaha menjadi anak terbaik bagi orang tua

Mudah-mudahan menjadi wasilah menggapai ridho-Nya

 

Usaha menjadi anggota saudara yang terbaik

Mudah-mudahan diri ini dapat diingat di hari nanti

Tatkala mereka bersenda gurau di surga

Mengingat sanak familinya di dunia

 

Usaha menjadi sahabat terbaik

Kepada semua teman adalah ungkapan harap

Agar mereka ingat pada diri ini

Tatkala mereka tak menjumpaiku di surga nanti

 

...Yaa Rabb

Aku adalah hambamu yang faqir

Yang penuh maksiat dan sedikit taat

Curahkanlah rahmat dan magfirah-Mu kepadaku

 


CANDU SANG PERINDU

(Oleh: Irawan)

 

Bukan sebatas rekaan goresan bekas

Tarian tangan pada secarik kertas

Menari-nari ditemani cahaya keemasan

Lilin menyala membatasi kegelapan

Pahlawan yang merubah peradaban

Mengusir jahatnya malam bagai rembulan

Izinkan aku menulisnya pada bait-bait ini

Pujian sederhana untukmu wahai Habibi

 

Dikaulah sebaik ciptaan Ilahi

Indahnya akhlakmu bak menyihir sanubari

Tak ubahnya bagai permata di atas permadani

Bahkan saat wajahmu berlumuran darah

Tatkala ingin menebar risalah

Engkau tetap berdoa bagi mereka hidayah

Ingatkah dirimu saat malaikat begitu geram

Hingga ingin membuat gunung jatuh karam

Namun darimu terucap kalam

Akan lahirnya di tanah ini pembela islam

  

Perhatikanlah wahai Baginda

Tanganku  lepas dari rantainya

Tidak mau berhenti memujimu

Takjubku kini menjadi candu

Semakin dilarang semakin menjadi

Walau tak nampak oleh mata lagi

Sabdamu selalu mengisi relung hati

 

Tinta t’lah habis daya merangkai aksara

Tak sanggup lagi melukis rasa

Api lilin pun mulai kehilangan tempat naungnya

Namun  belum jua mencapai kemunca

Aduhai Engkau Sayyidul Anbiya’

Indah akhlakmu tersurat dalam firman-Nya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



MATAHARI DI TENGAH HUJAN

(Oleh: Rasya)

 

Engkau bukanlah kedatangan yang disengaja

Dedaunan yang gugur pada dahannya

Menyiratkan kebetulan bernama takdir yang disamarkan

Disembunyikan dari fajar hingga bertemu senja

Menuliskan cerita dikala bulan mulai meninggi

Kita saling menatap pelan dan lekat pada langit yang sama

Bertanya seperti apa gerangan wajah bianglala

 

Dari seberang, aku seolah-olah berdiri mendukungmu

Mengulurkan tangan melewati batas waktu

Seraya berkata baik-baik di sana, jauhi gurun dan dekati lautan

Membuang ke putus asa an dan merajut sejuta harapan

Tak berpeluh dan memudar menapaki perjuangan

Seperti seorang anak kecil yang menatap rembulan

Matanya yang berkaca-kaca tidak karuan

 

Jangan terlalu keras kepada dirimu

Kita bisa menjadi tempat beristirahat satu sama lain

Bercerita tentang dunia buku di kepalamu

Sambil menatap cakrawala tanpa batas

Tak lapuk di hujan, tak lekang di waktu

Aku yakin tekadmu tidak selemah itu

Yakinlah akan ada matahari muncul di tengah hujan

Menghilangkan benalu pada hati ditimpa kesedihan

 

    Mesjid Al-Hakim yang juga dijuluki Al-Anwar merupakan situs utama keagamaan islam di Kairo. Nama mesjid ini disandarkan pada Al-Hakim bi Amrillah yang merupakan khalifah ke-enam dinasti Fathimiah. Awalnya mesjid ini dibangun oleh Al-Aziz, namun dinamai Al-Hakim yang telah menyelesaikan pembangunannya. Mesjid ini selesai pada tahun 1013 dan masih digunakan hingga sekarang. Selama perjalanannya, mesjid ini pernah difungsikan untuk gudang dan sekolah dasar sebelum dikembalikan fungsinya sebagai mesjid pada 1980.

    Mesjid bergaya Fathimiah ini dibangun selama 20 tahun. Tidak mengherankan melihat dari arsitektur megah dan bangunannya yang super luas. Mesjid ini dilengkapi dengan pelataran terbuka layaknya mesjid kebanyakan di kota kairo. Ada banyak tiang-tiang sejajar berbentuk persegi panjang di sekelilingnya. Dinding mesjid ini berbentuk simetris satu sama lain. Desainnya sangat mirip dengan Masjid ibnu tulun. Bagian paling menakjubkan dari mesjid ini adalah menara di kedua sisinya. Salah satunya menjulang di ketinggian 33,7 meter. Sedangkan yang lainnya adalah 24,7 meter. Mesjid ini juga dilengkapi dengan air mancur di halamannya. Ada mihrab dengan karpet hijau membentang di sebahagian besar bagian mesjid, dan lampu gantung yang indah didalamnya. Di bagian tengah mesjid ini ada tempat wudhu. Sedangkan di sisi mesjid terdapat dua buah kolam.

    Mesjid ini sudah dilanda gempa beberapa kali. Renovasi dilakukan untuk menjaga mesjid ini tetap kokoh. Dan sekarang bagian menara adalah satu-satunya bagian mesjid yang tidak mengalami perubahan sama sekali. 

    Berlibur ke Kota Cairo Mesir, rugi rasanya kalo belum mengunjungi pasar bersejarah ini guys. Apalagi yang mau pulang kembali ke tanah air dan mau mencari oleh-oleh khas mesir untk orang orang yang dicinta, maka belum sempurna rasanya kalo belum menyinggahi tempat yang satu ini. Benar, siapa yang tidak kenal pusat pasar mesir yang disebut orang orang dengan Pasar Khan Khalili. Merupakan pusat oleh-oleh di Mesir yang menjual berbagi pernak pernik, gantungan kunci, cendera mata, pakaian, ayat quran yang ditulis dipelepah kurma, berbagai macam herbal dan masih banyak lagi guys.

    Karena memiliki sensasi yang berbeda dan keunikan yang khas,setiap harinya pasar ini ramai dikunjungi orang-orang, baik lokal maupun mancanegara. Bahkan para pelancong pun memaksimalkan kesempatan nya dengan berselfi dan mengabadikan kenangan mereka di pasat bersejarah ini.

    Lokasi pasar yang terletak di pusat kota ini memudahkan para pengunjung untuk menemukan tempat ini. Menurut sejarah, katanya Khan Khalili ini merupakan semacam bestcamp para pedagang manca negara, dan penamaan pasar ini dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu  Djaharks el- Khalili, yang merupakan salah seorang pejabat Dinasti Mamalik.

    Tidak hanya itu, diantara keunikan pasar ini terutama disisi orang indonesia yaitu pasar ini diisi oleh para pedagang yang ramah-ramah dan bersahabat, bahkan mereka pun banyak yang bisa berbahasa indonesia yang sederhana, memang mungkin karena mereka sering juga berinteraksi dan bertukar bahasa dengan orang indonesia terutama mahasiswa indonesia yang sedang mengecapi pendidikan di mesir ini.

     Disamping terkenal dengan pusat oleh-oleh nya, disekitaran pasar Khan Khalili ini  juga terdapat cafe-cafe yang bercorak unik dan tradisional yang memanjakan lidah para pecinta kuliner karena menyuguhkan bebagai makanan khas mesir dan juga yang tidak kalah penitingnya di kafe ini yang sering dicari para pelancong adalah berbagai jenis kopi khas dan legend yang dihadirkan disini. Dan disamping pasar Khan Khalili ini juga terdapat 2 masjid terkenal di mesir ini, yaitu Masjid Al azhar dan Masjid Husain.

Masjid Al-Azhar Kairo adalah masjid yang memiliki peran penting dalam sejarah peradaban Islam. Pada awal pendiriannya di tahun 970 M, masjid ini difungsikan sebagai tempat ibadah. namun dalam perkembangannya, kini Masjid Al-Azhar berkembang menjadi Universitas Al-Azhar yang merupakan pusat pembelajaran ilmu agama Islam dari seluruh dunia.


Dalam bahasa Arab, nama Al-Azhar memiliki arti "Masjid yang paling megah". Konon katanya, nama ini tidak hanya menggambarkan keindahan arsitektur masjid, tetapi juga memiliki filosofi yang berkaitan dengan sejarah Islam. Nama ini berasal dari julukan Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW di mana kata az-Zahra dalam nama Fatimah ini berarti "Gemerlap atau Megah". Masjid megah yang berhasil dibangun hanya dalam kurun waktu dua tahun ini, telah bertransformasi menjadi salah satu universitas bergengsi di dunia.

Kini masjid Al-Azhar dan Universitas Al-Azhar berada di satu area yang sama, tetapi tetap memiliki fungsi yang berbeda. Universitas Al-Azhar terletak tidak jauh dari masjid, yaitu hanya selisih beberapa gedung di seberang bangunan masjid. Saat ini, Masjid Al-Azhar telah mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi-renovasi yang dilakukan secara bertahap di setiap periode pemerintahan ini menghasilkan gaya arsitektur bangunan yang beragam. Sehingga tergambar pada perbedaan gaya arsitektur menara masjid yang melambangkan dinasti-dinasti yang pernah memerintah di Mesir.

Memiliki lapangan luas yang dilapisi marmer putih indah, masjid ini dahulu dijadikan tempat beribadah sekaligus tempat belajar mengenai bahasa Arab dan Al-Quran. Dari tempat ini juga dapat terlihat tiga menara masjid megah yang masing-masing dibuat pada tahun 1340, 1469, dan 1510. Menara masjid yang paling menarik adalah menara yang dibuat oleh Sultan Al-Ghuri pada tahun 1510 karena terdapat dua puncak menara kembar di atasnya.

Masjid ini tidak hanya memiliki kemegahan arsitektur, tetapi juga nilai historis Islam yang tinggi. Di tempat ini terdapat universitas tertua kedua di dunia, yaitu Universitas Al-Azhar di mana para mahasiswa dari seluruh dunia berbondong-bondong untuk menuntut ilmu di pusat pengembangan ilmu agama Islam ini.

    Jalan Muidz Lidinillah Al-Fatimi atau disingkat jalan Al-Muidzz, disebut syari' dalam bahasa arab merupaka tempat yang terkenal bagi pelancong di kota Kairo. Terletak berdekatan dengan destinasi wisata lain seperti mesjid azhar, khan el-khalili, bab futuh, dan mesjid husein, tak ayal membuatnya semakin dikenal. Dibangun pada abad ke-10 oleh dinasti Fatimiah, membuat  Jalan ini tercatat sebagai salah satu jalan tertua di Kairo. Sepanjang jalan ini kita dapat menemukan banyak bangunan bersejarah, pedagang cindera mata, pedagang makanan dan cemilan khas mesir, serta tempat-tempat yang instagramable.


               Jalan ini terbentang dari salah satu gerbang masuk kota, yaitu bab futuh di utara, hingga gerbang bab zuwayla di selatan. Panjangnya sekitar satu kilometer. Meskipun secara resmi jalan ini hanya disematkan untuk jarak 1000 Meter ini, dalam prakteknya, jalan ini berlanjut lebih jauh ke selatan beberapa kilometer melewati Qasaba Radwan Bey, dan berakhir di Qarafa.


               Daerah jalan ini merupakan poros utama kehidupan ekonomi dan keagamaan di kota kairo. Yang paling mencolok adalah sepanjang jalan ini kita dapat menemukan monumen penuh sejarah. Diantaranya : Masjid Hakim bi Amrilllah (1013), Masjid Sulaiman Agha Al-Shilahdar (1839), Bayt Al-Suhaymi (1796), Masjid Al-Qamar (1125), dan puluhan bangunan yang terdori atas masjid, madrasah, dan beberapa benteng. 

    Sudah menjadi hal yang mahsyur bahwasanya kota kairo merupakan kota yang sangat kuat. sejarah telah mencatat betapa sulitnya menembus pertahanan kota ini. Salah satu bentuk kekuatan negeri ini adalah dibangunnya tembok-tembok batu disekeliling negeri yang melindungi bagian dalam kota dari serangan. Bekas bangunan ini dapat kita temukan dengan mudah di berbagai penjuru kairo. Bagian paling menakjubkan dan terawat dengan baik hingga saat ini adalah gerbang masuk kota atau disebut "bab" dalam bahasa setempat.

               Tak hanya difungsikan sebagai pintu masuk ke kota, gerbang-gerbang ini juga dilengkapi poros untuk menuangkan air mendidih atau minyak panas yang dituangkan pada penyerang, serta ada celah-celah untuk menembakkan panah. Gerbang kota ini memiliki tinggi yang beragam. Rata-rata melebihi belasan meter. Hal ini sangat membantu untuk fungsi pengintaian dan pengawasan, baik dalam maupun luar kota.

               Gerbang-gerbang ini sekelilingnya diukir dengan elemen artistik dan menghiasi fitur dekoratif. Mewakili kemenangan, kekuatan, keyakinan, dan pengarush penguasa. Desain gerbang ini dipengaruhi oleh desain yang dibangun pemerintahan Fatimiah di Tunisia.

               Jumlah gerbang ini cukup banyak. Sebahagian besar sudah dihancurkan. Namun kita masih bisa menyaksikan beberapa gerbang yang berdiri kokoh mengawasi kota kairo. Bahkan beberapa gerbang memiliki akses untuk turis menikmati pemandangan yang indah. Diantaranya : gerbang Futuh, gerbang Zuwayla, dan gerbang An-Nasr. 

    Kota ini dikenal dengan El-Arafa atau Qarafa. Sebuah kompleks pemakaman raksasa terbentang sepanjang 6,4 kilometer di bagian timur kairo. jika kita mengamati kota ini dari luar, ia terlihat gagah dan megah. Namun siapa sangka, tempat yang terlihat rapi dari luar ini merupakan tempat peristirahatan terakhir?

               Dibangun pada abad ke-7, Bangunan yang dibentuk menyerupai rumah-rumah berukuran kecil ini mempunyai ruang bawah tanah yang dimanfaatkan untuk tempat meletakkan jenazah. Berbeda dengan di nusantara, apabila ada orang baru meninggal, ia akan dimasukkan kedalam ruang bawah tanah ini, dibaringkan bersama jenazah lama. Namun posisi pintu bawah tanah ini tak bisa diketahui begitu saja. Hanya  pengurus pemakaman yang tau letak pintu ini dimana.

               Petak-petak pemakaman yang dimiliki keluarga ini dapat diketahui pemiliknya dari nama yang terpampang diatas pintu masuk masing-masing makam. Melihat sekitar dari luar, kita dapat mengetahui bagian dalam dari kuburan ini. Ada petak yang hanya di isi nama-nama orang yang sudah meninggal di dinding-dindingnya. Ada pula yang dibuatkan nisan berbagai ukuran. Bahkan ada yang memiliki beberapa kamar layaknya rumah untuk orang yang masih hidup.

               Kini, tempat yang dikenal penuh mistis ini tak hanya digunakan sebagai tempat peristirahatan orang yang sudah wafat, namun dialih fungsikan untuk tempat tinggal. Tak berbeda jauh dari negara-negara lain. Alasan paling umum tentu alasan ekonomi. Ketidakmampuan membayar biaya sewa rumah memaksa orang–orang ini hidup di tanah pekuburan. Namun adapula yang mengedepankan alasan lain untuk tinggal disini. Diantaranya, agar senantiasa dekat dengan para leluhur, adapula yang beralasan agar bisa merawat pemakaman milik keluarga mereka.

               Keadaan ini bukan hal baru. Keadaan ekonomi yang tumpang tindih di kota kairo memaksa orang untuk tinggal disini sejak generasi sebelum mereka. Diperkirakan ada 1 juta orang yang tinggal di daerah ini.

               Disamping hal-hal yang sudah disebutkan. Atas kehidupan yang sudah berjalan diatas kota mati ini, El-Arafa tak lagi layak disebut kota mati. Praktek ziarah yang semakin populer bagi orang-orang yang ingin mengambil barakah dan kebaikan dari  para awliya dan ahli bait tak membiarkan kota ini tetap sunyi. Kehidupan mereka yang tinggal disini juga semakin terdengar hiruk pikuknya. Ada kehidupan pasar berdenyut setiap hari disini. Selain itu, pembangunan fasilitas berupa jalan raya membuat kota ini semakin bising dan sibuk setiap harinya.

    Luxor (bahasa Arab: األقصر) adalah sebuah kota modern yang terletak di kedua tepi timur dan
barat Sungai Nil di Mesir bagian utara. Dibangun di bekas lokasi Thebes, ibu kota Mesir kuno
yang terkenal (2052 SM). Raja-raja Firaun memerintah di sini, menciptakan peradaban yang
belum pernah dilihat dunia sebelumnya.



    Tanah-tanah padang pasir bagian baratnya yang pada masa lalu dikenal sebagai “kota
kematian” ialah tempat di mana semua penerus Dewa Amun dimakamkan bersama kekayaan
yang dapat dibawa ke kehidupan abadi (menurut kepercayaan mereka). Menyimpan catatan
koleksi seni dan catatan arkeologis Mesir purba yang berlimpah, sebagian bahkan dirunut
kembali sampai 3000 SM. Penggalian terakhir dilakukan atas makam Fir’aun kecil,
Tutankhamun, yang penuh dengan perhiasan emas, patung dan surat berharga.
Mencakup area seluas ±15 km² dan berpenduduk 93.000 jiwa, Thebes berlokasi terutama pada
tepi timur lembah sungai yang subur itu. Pada lokasi asli, monumen-monumen tertua berasal
dari Dinasti XI (2081-1939 SM), saat kota provinsi itu menjadi ibu kota Mesir bersatu.
 


    Banyak penguasa Thebes yang meninggalkan warisan fisik yang bisa dipelajari. Kuil Hatshepsut
dari Dinasti XVIII menggambarkan bahwa kelahirannya yang penuh keajaiban ialah sebab
bersatunya Ratu Ahmes dan dewa Amon (menurut kepercayan Mesir kuno). Amenhotep III
meninggalkan 2 patung besar setinggi ± 70 kaki (± 20 m) yang dikenal sebagai Kolossi
Memnon. Firaun Ramses II memesankan dibuatkannya gambaran dari perang-perang besar,
termasuk yang dialaminya sendiri melawan kaum Hittit Suriah, selain adegan festival pemujaan
dewa hasil bumi. Menghiasi bagian luar kuilnya, gambar-gambar ini masih ada sampai kini. Tiap
tahun, tak terhitung turis yang mengunjungi Luxor untuk mengagumi warisan kuno ini serta bukti
lain peradaban purba.