Apakah Ilmu Kalam dan Ilmu Akidah Itu Berbeda?, Pada tulisan sebelumnya kita sudah menyinggung secara global Apa itu Ilmu Kalam serta peran dan manfaatnya, artinya ketika kita menilik literatur-literatur islam tentang ilmu kalam maka ia akan berkisar pada pemaknaan yang sudah kita jelaskan pada tulisan  sebelumnya. Adapun pada tulisan kali ini, kita akan mengulas pertanyaan yang sudah kita singgung sebelumnya, yaitu apakah ilmu kalam berbeda dengan ilmu akidah atau ilmu tauhid?

Mungkin kita sering mendengar beberapa orang mengatakan: “untuk apa sih belajar ilmu kalam itu?, ilmu kalam itu tidak syar’i loh, dapat mengeraskan hati, bukankah sudah ada ilmu lain yang jelas datangnya dari pada nabi dan para salaf yaitu ilmu tauhid atau ilmu akidah?, dan lain sebagainya”, anggapan simplistis dan tidak kredibel seperti ini ternyata berimplikasi kepada penilaian  masyarakat, sehingga tak sedikit dari mereka yang mengimani pernyataan-pernyataan semacam itu, ada pula yang menjadi ragu dan bertanya ”apakah benar ilmu kalam dan ilmu akidah itu dua hal yang berbeda? Jika iya, apa perbedaan antara keduanya?.


Pada dasarnya ilmu kalam dan ilmu akidah itu tidak berbeda alias sama, terkadang ilmu akidah dinamai dengan ilmu kalam dan begitupun sebaliknya. Namun, ada sebagian ulama mengatakan bahwa ada yang membedakan antara ilmu kalam dan ilmu akidah, perbedaannya bahwa ilmu kalam itu merupakan suatu disiplin ilmu yang terangkai dari tiga unsur : pertama, materi seputar keyakinan-keyakinan keagamaan, kedua, pemaparan argumentasi-argumentasi terhadap keyakinan tersebut dan ketiga, pembelaan terhadap berbagai tuduhan-tuduhan. Nah, tiga rangkaian unsur inilah yang dinamakan dengan ilmu kalam, ilmu ushuluddin, ilmu asma’ wa sifat, dan penamaan-penamaan lainnya. Dengan kata lain substansi ilmu kalam adalah tiga unsur ini.

Sedangkan ilmu akidah atau ilmu tauhid, sebagian ulama mengatakan ilmu ini ada pada unsur pertama dari tiga unsur diatas, yaitu materi keyakinan keagamaan yang tidak disertai dengan penjelasaan dalil. Dengan demikian, ketika seseorang ingin mengetahui dalil-dalil baik itu dalil rasional maupun tekstual (Alquran dan Hadist) yang menunjukkan kepada pengukuhan keyakinan-keyakinan tersebut atau ketika ia ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang bagaimana cara membantah tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh kaum semacam ateis, materialisme dan musuh-musuh islam lainnya terhadap keyakinan-keyakinan islam, maka saat itu yang ia butuhkan adalah ilmu kalam bukan ilmu akidah, karena bagi mereka (musuh-musuh islam) ilmu akidah itu hanya berisikan materi keyakinan-keyakinan keagamaan seperti yang sudah kita singgung diatas.

Kemudian terkait hukum mempelajarinya para ulama mengatakan ilmu kalam itu tidak diwajibkan bagi setiap orang, karena hanya sebagian orang  yang membutuhkannya dan sebagian lagi tidak membutuhkan ilmu ini, akan tetapi Allah swt tetap mewajibkan (wajib ‘ain) manusia untuk mengetahui keyakinan-keyakinan yang diamininya secara global dan ini berlaku bagi setiap individu manusia yang mukallaf, agar keyakinan pada dirinya itu berdasar dan tidak hanya sekedar taklid buta kepada orang lain.

Maka dari itu, untuk merealisasikan hal itu ilmu kalam dengan tiga unsurnya muncul untuk membantu manusia  dalam mengenal keyakinannya sesuai dengan level masing-masing, maksudnya adalah bagi mereka yang merasa cukup, tenang, dan puas dengan keyakinan-keyakinan yang mereka imani saat ini, sehingga ia tidak perlu lagi untuk membahas bagaimana dalil-dalil secara rinci, maka jelas saat itu tidak ada faktor yang mengharuskannya untuk mempelajari ilmu kalam, karena cukup baginya ilmu akidah.

Adapun bagi mereka yang merasa perlu mengetahui runtutan dalil-dalil yang mengantarkan kepada suatu keyakinan atau mereka yang memiliki asumsi-asumsi, persoalan-persoalan yang ada diotaknya terkait keyakinan keagamaan yang membuatnya merasa tidak puas dan tenang, dan bahkan bagi mereka yang ingin berkecimpung didalam ranah diskusi, dialektika untuk membantah tuduhan-tuduhan terhadap keyakinan islam, maka ilmu kalam hadir dengan suguhan argumentasi-argumentasi yang absolut, memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang bersarang dibenak manusia, serta memaparkan bagaimana cara menjawab tuduhan-tuduhan seputar keyakinan, tanpa adanya unsur paksaan ataupun doktrin bahwa ini adalah hal yang benar dan itu adalah salah.

Ilmu kalam hanya menyuguhkan alur argumentasi-argumentasi, kemudian konsekuensi dari argumentasi tersebut, adapun setelah itu maka kembali pada setiap personal yang merujuk kepada ilmu kalam itu sendiri. Ilmu kalam membuat orang-orang yang mempelajarinya memiliki keyakinan dan argumentasi yang kuat, tidak mudah diintervensi oleh siapapun dan tentunya membuat seseorang sadar bahwa betapa dirinya ini kecil yang tidak ada apa-apanya. Bahwa ada tuhan yang maha besar yang menciptakannya, sehingga ketika ia beribadah ia sudah dalam keadaan benar-benar mengetahui siapa yang ia sembah. Seperti inilah seharusnya kita manusia dalam beriman.

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pemaparan diatas, bahwa anggapan-anggapan yang mengatakan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara ilmu kalam dan ilmu akidah atau ilmu tauhid bahkan sampai pada pengharaman salah satunya adalah anggapan yang salah, memang kita tidak menafikan adanya perbedaan antara keduanya, akan tetapi perbedaan tersebut tidak akan keluar dari poin-poin yang sudah kita jelaskan diatas. Bahkan sebagai ulama yang lain melihat perbedaan antara ilmu kalam dan ilmu akidah hanya pada cara penyajiannya didalam beberapa buku, dengan kata lain perbedaan antara keduanya hanya bersifat deskriptif adapun secara esensial keduanya adalah sama.

Pada tulisan selanjutnya kita akan mencoba membuka pagar ilmu kalam sebelum masuk kehalamannya, yang pada akhirnya masuk kedalam rumah ilmu kalam itu sendiri.
Wallahu A’lam.

___________________

*Ditulis oleh : Rifki Surya Hadi, Mahasiswa Tahun 2, Fakultas Teologi Islam Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir.





Share To:

FS Almakki

Post A Comment:

0 comments so far,add yours