|
sc: pexels.com |
Ramadan 1445 H sebentar lagi akan datang. Hiasan lampu kelap-kelip dan fanous (hiasan) khas negara Mesir sudah mulai dijajakan di pinggir jalan. Bagaimanapun, merosotnya kondisi ekonomi di negeri 1000 menara itu tidak mengurangi antusias masyarakat Mesir dalam menyambut Ramadan.
Berdasarkan perhitungan Egypt’s Dar Al-Ifta, Hilal bulan Syakban 1445 H sudah muncul pada Ahad, 11 Februari 2024 lalu.1 Jika ditarik 29 atau 30 hari ke depan, maka 1 Ramadan akan jatuh pada tanggal 11 atau 12 Maret 2024. Hal ini tentu kira-kira dari penulis saja, keputusan resminya tetap akan kita tunggu melalui sidang isbat yang diselenggarakan di penghujung bulan Syakban nanti.
Terlepas dari belum pastinya awal Ramadan tersebut, ada satu pertanyaan lain yang jauh lebih layak untuk kita jawab. Pertanyaan mendasar yang selalu muncul setiap kali Ramadan tiba.
Sudah seberapa siap kita menghadapi Ramadan? Target apa yang hendak kita capai? Kesalahan tahun lalu yang mana yang tidak akan kita ulangi di tahun ini? dan serentetan pertanyaan lainnya yang mungkin membuat kita berpikir, “Oh iya juga ya?”
Ramadhan Olimpiade Ahli Taqwa
Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri dalam salah satu videonya di kanal youtube Yufid TV, mengkiaskan Ramadan sebagai olimpiadenya ahli taqwa. Hal ini dikarenakan banyaknya ayat dalam Al-Qur’an Al-Karim yang menyatakan bahwa ibadah itu adalah sebuah perlombaan. Salah satunya ada dalam firman Allah swt. surah Al-Baqarah (2): 148, “Berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan”.2
Jika satu jenis ibadah diibaratkan seperti sebuah perlombaan, maka Ramadan yang di dalamnya terdapat berbagai macam jenis ibadah, diibaratkan seperti sebuah olimpiade. Bak lari maraton dengan jarak sekian kilometer, begitu juga dengan Ramadan yang harus ditempuh seorang muslim selama 30 hari full, tanpa cuti, tanpa bolos.
Jika ingin puasanya lancar selama 30 hari, maka latihannya tidak dimulai baru ketika 1 Ramadan, tapi sudah dilatih jauh-jauh hari sebelum itu, dengan memperbanyak puasa sunnah. Jika ingin kuat melaksanakan salat tarawih beserta amalan qiyamul lail lainnya, maka latihannya justru dimulai dari hari ini, bukan ketika Ramadan datang.
Mencontoh yang Patut Dicontoh
Jika ada seseorang atau sekelompok manusia yang patut kita contoh bagaimana dalam menyambut Ramadan, maka tiada lain tiada bukan orang tersebut adalah Rasulullah ๏ทบ, sahabat, tabi’in, dan ulama terdahulu. Sebab kepada Rasulullah ๏ทบ lah risalah islam diturunkan, kemudian diwariskan kepada para sahabat, lalu tabi’in, lalu melalui para ulama hingga zaman sekarang.
Rasulullah ๏ทบ sendiri mempersiapkan Ramadan salah satunya adalah dengan memperbanyak puasa sunah sebelum masuknya Ramadhan, yaitu pada Rajab dan Syakban. Sebagaimana yang disampaikan Ibnu Rajab di dalam kitabnya, Lathoiful Ma’arif, dalam sebuah riwayat dari Aisyah, “...dan aku tidak pernah melihatnya (Rasulullah ๏ทบ) lebih banyak puasa di bulan lain dari pada di bulan Syakban.”3
Begitu juga dengan para sahabat. Mereka mempersiapkan diri dengan memperbanyak membaca Al-Qur'an. Karena mereka sadar bahwa target khatam Al-Qur'an di bulan ramadhan tidak akan tercapai kecuali jika dibiasakan jauh hari sebelumnya.
Diriwayatkan dari Salamah bin Kuhail menyebutkan bahwa bulan Syakban adalah bulan para qari’ Alqur'an, dan Habib bin Abi Tsabit biasa berkata di awal bulan Syaban: “Ini adalah bulan para qari Al-Qur'an,” dan Amr bin Qais biasa mengabdikan dirinya untuk membaca Al-Qur'an. Sama halnya dengan Zubaid Al-Yami biasa mengumpulkan para Sahabat, mereka berlomba-lomba membaca Al-Qur’an dan bahkan membacanya sampai khatam lebih dari satu kali.
Bagaimana Sebaiknya Masisir Mempersiapkan Ramadan?
Sebagai mahasiswa Indonesia di Mesir (baca: selanjutnya disebut masisir), seyogyanya kita menjadi pionir dalam mencontohkan kepada masyarakat, bagaimana seharusnya penuntut ilmu turut menyambut datangnya bulan Ramadan. Penyambutan ini tidak hanya berupa simbol-simbol berupa poster menghitung hari menuju Ramadan, tapi juga berupa implementasi nilai-nilai tersebut dalam ibadah sehari-hari.
Pertama, hal pertama yang harus dijadikan bekal adalah ilmu. Biasanya, menjelang bulan Ramadan nanti, akan banyak bermunculan majelis-majelis ilmu di Al-Azhar yang membahas secara spesifik tentang bulan Ramadhan, mulai dari fikih puasa, ibadah-ibadah yang bisa dilakukan selama Ramadan, dan sebagainya.
Kedua, menyusun target pribadi selama bulan Ramadhan. Target ini tentunya bukan sekadar target masjid yang akan dikunjungi untuk tarawih, atau daftar tempat-tempat buka puasa gratis seperti maidaturrahman; tapi jauh lebih dari itu, target ini mengarah ke ibadah harian kita selaku penuntut ilmu. Tentang memilih sholat malam atau begadang semalaman menunggu sahur, tentang memilih membaca Al-Qur’an atau tidur selepas subuh, tentang memilih hadir di majelis talaqqi ketimbang tidur di siang hari.
Ketiga, bersihkan hati dan perbanyak berdoa. Memang hal ini bukanlah barang baru bagi masisir. Tapi, penulis ingin mengajak pembaca semua untuk meningkatkan level doanya. Bukan saja mendoakan diri sendiri, keluarga, dan orang-orang terdekat. Bukan hajat pribadi. Tapi jauh lebih daripada itu. Mari doakan kebaikan untuk negeri Mesir yang kita tempati ini. Semoga selalu diberikan rasa syukur meski di saat-saat yang sulit seperti ini. Tidak lupa juga kita doakan untuk saudara-saudara kita yang ada di Palestina. Bagaimanapun, menjalani ibadah puasa di tengah gempuran penjajah bukanlah hal yang mudah.
Pada akhirnya, Ramadan menjadi ajang pembuktian bagi kita semua. Sebagaimana medali di olimpiade hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berhasil sampai ke garis finish, begitu juga dengan medali taqwa bulan Ramadhan, peruntukannya hanyalah untuk orang-orang yang beriman.
Penulis: Irfan Amrullah Prasetyo
Editor: Rahmat Shaleh & Febby Wahyuni Sari
Referensi:
Official Facebook of Egypt’s Dar Al-Ifta (diakses pada 18 Februari 2024)
https://www.facebook.com/share/p/EQzzyDzENcy2QNnJ/?mibextid=oFDknk
Muhammad Nuzul Dzikri. (2019). Persiapan Menyambut Ramadhan Yufid.Tv - Pengajian dan Ceramah Islam. https://youtu.be/C68V1StKj-I?si=o1truOkcYfm8Kekz, diakses pada 18 Februari 2024.
Rajab, Ibnu, 2007, Latha’if Al-Ma’arif, Riyadh: Dar Ibn Khuzaimah