Unggulan

By : Media Alis (Almakki Menulis)


“Jangan jadikan khidmat kepada Almakki itu sebagai beban, tapi jadikanlah ia sebagai taman hiburan” 

 Begitulah pernyataan yang disampaikan oleh kakanda Fadhil selaku ketua Almakki periode 2024-2025. Ungkapan tersebut bukanlah slogan kosong belaka. Namun, berangkat dari sinilah jiwa para Almakkiyyin itu tumbuh. Dalam rangka Pelantikan Kabinet Baru itu, kakanda Fadhil meneruskan, hendaknya kita jadikan niat berkhidmat ini sebagai ibadah lillahi ta’ala. Sehingga, setiap lelah, tawa, dan jerih payah kita itu bertransformasi menjadi amal saleh kita kelak. 


Kk Amal-Kk Yusra-Kk Fadhil-Kk Wildan



 Sebuah kesalahan besar jika kita menganggap forum ini hanya sebagai forum yang melelahkan. Akan tetapi, forum ini adalah wadah bagi para anggotanya untuk mampu menumbuhkan potensi dalam diri masing-masing. Karena, kelak kita akan terjun langsung ke lingkungan masyarakat yang lebih kompleks. Maka, dari ALMAKKI inilah semua hal itu bertolak.
 
Beliau pun melanjutkan, Sebuah kapal yang berlayar itu tak hanya bergantung pada kecakapan seorang nahkodanya saja. Akan tetapi, dibutuhkan juga para awak kapal yang kompeten, disiplin, dan berintegritas yang tinggi. Begitu juga di sebuah perkumpulan atau kekeluargaan dibutuhkan juga rasa loyalitas yang tinggi dari anggotanya terhadap forum kekeluargaan itu.
 
Kemudian, sambutan juga dilanjutkan oleh kakanda Wildan Yusra selaku ketua ALMAKKI terpilih periode 2025-2026. Beliau megucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada rekan-rekan yang akan membersamai beliau dalam kabinetnya satu tahun ke depan. Beliau yakin kalau sebuah forum itu tidak akan berjalan hanya dengan mengandalkan seorang ketua saja. Akan tetapi, sebuah perkumpulan itu akan butuh pada seluruh anggota yang loyal terhadapnya. Hal ini senada dengan analogi di atas tadi.
 
Dalam acara pelantikan Kabinet Baru itu, juga turut dihadiri oleh Kakanda Al-Ustadz Amal Khairat Lc, MA (Generasi 21 MAPK). Beliau mengawali sambutan tersebut dengan menyebutkan bahwa sudah menjadi sunnatullah suatu kepemimpinan itu dipergilirkan. Karena, hal ini sejalan dengan momentum pelantikan kepengurusan baru FS ALMAKKI MESIR. “Seperti itulah Allah SWT memberikan ritme kehidupan. Suatu saat Allah akan memberi jabatan, suatu saat Allah akan mengambilnya kembali”, tutur beliau.

Kalam dari Kk Amal



Beliaupun berbagi cerita bagaimana perjuangan semasa kuliah hingga menyelesaikan S2 dalam waktu singkat. Beliau mengisahkan bagaimana kegigihannya ketika menyelesaikan tesis di atas tramco yang dibimbing langsung oleh Syekh Ahmad Ma’bad, pakar hadits spesialis tahkikul hadits. “Beliau (Syekh Ahmad) adalah orang yang paling sibuk, jarang sekali bahkan tidak ada mahasiswa yang menyelesaikan tesisnya dengan beliau secara singkat, bahkan ada yang sampai 8 tahun. Maka ustadz mengusahakan untuk membersamai beliau ketika menuju kampus bahkan di atas tramco untuk memeriksa tesis ustadz”, lanjut beliau.

 Beliau menutup sambutan beliau dengan menyampaikan nasehat tentang 4 orang yang tidak akan memperoleh kesuksesan dan kecerdasan (rusyd) dalam hidup. Pertama, seorang ‘alim yang hanya menetap di negrinya saja. Kedua, seorang penunggu gerbang yang tidak produktif. Ketiga, orang yang pekerjaannya hanya memanggil qadhi. Keempat, anak seorang ‘alim yang hanya membanggakan bapaknya saja. “Maka kita sebagai penuntut ilmu yang merantau ke negri orang, hendaknya benar-benar gigih dalam meraup ilmu itu. Kemudian antum harus menunjukkan diri antum, tidak hanya membangga-banggakan posisi orang tua saja”. 
ู„َูŠْุณَ ุงู„ْูَุชَู‰ ู…َู†ْ ูŠَู‚ُูˆْู„ُ ู‡َุฐَุง ุฃَุจِูŠْ * ู„َูƒِู†َّ ุงู„ْูَุชَู‰ ู…َู†ْ ูŠَู‚ُูˆْู„ُ ู‡َุง ุฃَู†َุง ุฐَุง
Bukanlah seorang lelaki yang mengatakan “inilah bapakku”. Tapi, seorang lelaki itu ialah yang berkata “inilah aku”. Tutup beliau.
 

Almakkiyat



Acara pelantikan ini juga turut dihadiri oleh kakanda-kakanda senior, pengurus lama, serta tamu dari perwakilan almamater. Kegiatan ini diawali dengan ifthar jama’i dan diakhiri dengan dilantiknya kepengurusan baru bertepatan hari Jum’at, 14 Maret 2025 M/ 15 Ramadan 1446 H. Suasana forum silaturahmi ini benar-benar membuktikan bahwa ALMAKKI akan selalu menjadi tempat yang nyaman untuk kembali.

Penulis : Dino Kharibu Zikri
Editor : Dahri Gunawan Oloan

By : @galau_abiez

 

Kita hidup di zaman yang menganggap sekolah sebagai satu-satunya jalan menuju kesuksesan. Sejak kecil, kita dijejali pelajaran, dipaksa menghafal teori, dan disuguhkan rumus-rumus yang entah kapan akan berguna. Namun, siapa yang mengajari kita cara menghadapi kehidupan yang sebenarnya?

Setelah belasan tahun belajar, banyak yang justru kebingungan. Mau ke mana? Mau jadi apa? Yang terjadi, kita hanya sibuk melamar pekerjaan, berusaha masuk ke dalam sistem yang sudah pakem, tanpa menyadari bahwa kita tidak diciptakan sekadar untuk menjadi bagian dari sistem, tetapi untuk menciptakan perubahan.

Padahal, Allah telah menetapkan peran kita dengan jelas:


ูˆَุฅِุฐْ ู‚َุงู„َ ุฑَุจُّูƒَ ู„ِู„ْู…َู„َุงุฆِูƒَุฉِ ุฅِู†ِّูŠ ุฌَุงุนِู„ٌ ูِูŠ ูฑู„ْุฃَุฑْุถِ ุฎَู„ِูŠูَุฉً
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.’” (QS. Al-Baqarah: 30)


Khalifah! Bukan buruh, bukan alat, bukan sekadar roda kecil dalam mesin besar. Kita diciptakan sebagai pemimpin, sebagai penggerak perubahan.

Lihatlah para sahabat. Mereka tidak menghabiskan waktu hanya duduk mendengarkan teori. Mereka belajar sambil bergerak, berdagang, berpolitik, dan membangun peradaban. Mereka tidak menunggu kesempatan, tapi juga menciptakannya!

Maka pantaslah jika Allah memuliakan mereka:


ูˆَุงู„ุณَّุงุจِู‚ُูˆู†َ ูฑู„ْุฃَูˆَّู„ُูˆู†َ ู…ِู†َ ูฑู„ْู…ُู‡َุงุฌِุฑِูŠู†َ ูˆَูฑู„ْุฃَู†ุตَุงุฑِ ูˆَูฑู„َّุฐِูŠู†َ ูฑุชَّุจَุนُูˆู‡ُู… ุจِุฅِุญْุณَٰู†ٍۢ ุฑَّุถِู‰َ ูฑู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُู…ْ ูˆَุฑَุถُูˆุง۟ ุนَู†ْู‡ُ
“Orang-orang yang terdahulu dari Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka, dan mereka pun rida kepada-Nya...” (QS. At-Taubah: 100)


Lalu, mengapa hari ini banyak anak muda kehilangan keberanian untuk melangkah?

Bukankah Allah telah mengingatkan kita agar tidak takut menghadapi kehidupan?

ูˆَู„َุง ุชَู‡ِู†ُูˆุง۟ ูˆَู„َุง ุชَุญْุฒَู†ُูˆุง۟ ูˆَุฃَู†ุชُู…ُ ูฑู„ْุฃَุนْู„َูˆْู†َ ุฅِู† ูƒُู†ุชُู… ู…ُّุคْู…ِู†ِูŠู†َ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 139)

Jika sejak usia 10 tahun kamu sudah mulai belajar keterampilan nyata, membangun sesuatu, berkarya, dan bekerja, di usia 20-an kamu akan berada di level yang berbeda!

Namun, kenyataannya?

 

Banyak anak muda di usia tersebut takut melangkah. Takut mencoba. Takut gagal. Kenapa? Karena sejak kecil kita tidak diajarkan untuk berani! Kita hanya diajarkan untuk patuh, mengikuti arus, masuk ke dalam sistem, tanpa pernah bertanya: 

“Apakah aku ingin hidup seperti ini?”

 

Penulis : Muhammad Reyhan (Faqath)
 
Editor : YS. Tenra Septu Amin 

 

Oleh : Hikmal Alif

Kota Kairo, Mesir saat menjelang maghrib.

“Standar moral Mesir dan Indonesia itu berbeda. Kebaikan bagi orang Indonesia adalah kesopanan, sementara bagi orang Mesir adalah keyakinan.” -Benny Arnas 

Gedung-gedung di kanan-kiri jalan, menyerupai kubu beton tanpa cat, bentuk gedung yang tak seimbang serta jauh dari kata simetris, rerumputan yang tumbuh di sela rumah dan bangunan, seperti ingin menyesuaikan lingkungan yang monokrom, meranggas cokelat dan berselimut debu. 

Lentera-lentera yang bergantungan di depan rumah yang terbuat dari logam dan kaca berwarna, memiliki berbagai bentuk dan ukuran. Warga Mesir berbondong-bondong meminangnya. Fanous siap menerangi malam-malam Ramadan di Mesir. Tradisi dari Dinasti Fatimiyah itu masih eksis sampai sekarang. Tak ingin kalah menyambut bulan suci Ramadan, Zinah bewarna-warni ikut memeriahkan, memanjang di antara rumah-rumah warga. Mikrobus, mikrolet, ootobus; murottal Al-Qur’an berirama!!

Di sore hari bulan muda nan mulia, matahari sejengkal demi sejengkal pamit di ujung kota Kairo, sinarnya yang masuk ke atmosfer terhambur dan diserap oleh udara, memancarkan warna oranye, membuat mata yang melihatnya takjub. Hembusan angin dingin dari jendela mobil bus 80 masuk ke dalam pori-pori saya, hipotalamus berhasil mengontrol kerja termogulasi secara konstan, mengirimkan sinyal ke otot, kelenjar, dan saraf tubuh. Ayat-ayat al quran melalui speaker bus; siap menjinakkan darah panas sesiapa yang menaikinya. Ya, tidak semua penumpang terjinakkan. Adu mulut tak bisa terelakkan antara Kumtsari (kernet bus) dengan seorang penumpang yang mencoba memprovokasi sopir.

"Entaa 'Ayeezz eihhhhh??" Teriak keras Kumtsari dengan nada tak sopan sembari menyuruhnya keluar dari bus "laa hauula wala quwwata illa billah".

Mata saya kemudian tertuju ke salah satu penumpang berwajah Afrika yang merogoh-rogoh sakunya ketika seorang Kumtsari mulai meminta ujrah (ugrah: ongkos bus).

"Baqiya itsnฤn gunaih," Kumtsari berdiri di depannya, menagih sisa ongkos yang harus dibayar. Penumpang Afrika itu masih sibuk membuka serba-serbi resleting yang ada. Tiga detik kemudian, menatap si Kumtsari, tersenyum kikuk, berharap belas kasih.

Wajah saya berpendar ketika si Kumtsari memberikan tiket bus kepada penumpang Afrika itu walaupun kurang 2 L.E. (livre egyptienne/ pound mesir). Sikap perubahan kumtsari dari seorang emosional menjadi elok merdesa; membuat saya rikuh.

“Standar moral Mesir dan Indonesia itu berbeda. Kebaikan bagi orang Indonesia adalah kesopanan, sementara bagi orang Mesir adalah keyakinan.” 

Saya mencoba mencerna. Menerawang di atas lapcor (bus delapan puluh coret). Lalu saya tiba-tiba merasa keliru karena mengukur Kairo dengan persepsi Barat: baik adalah sopan. Sementara itu, alangkah banyaknya para koruptor di negeri saya yang bertindak sopan dan bertutur kata santun (terlebih kalau kamera menyala!). Kesopanan, betik hati kecil saya, dalam banyak urusan ternyata kerap menjadi sinonim hipokrisi.

Orang-orang Kairo memutar murottal karena mereka yakin ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebaik-baik bunyi yang senantiasa harus menghampiri telinga. Bahwa setelah salat dan membaca-dengarkan ayat suci, mereka akan bergelimang dengan hal-hal yang kontraproduktif, itu adalah urusan lain. Saya rasa mereka juga selaras dengan pemikiran Kaufmann yang membuat (atau dibuat?) plot hidupnya jauh dari kata ‘kebaik-baik sajaan’. Justru dengan adanya konflik; mereka merasa hidup. Mereka mengajak kita untuk merasa cemas, yaa cemas. Dengan begitu, indra kita menjadi hidup. 

Alih-alih mengharapkan senyum di bibir membentuk garis, saban saya menyapa mereka hening menjelma menjadi (semacam) seorang introvert akut. Bagaimana-kenapa-apa yang terjadi kantor urusan mahasiswa Al-Azhar subuh itu, seorang petugas melankolis berubah menjadi humoris. Beberapa kali panggilan tak terjawab, alih-alih tersenyum, dilirik pun tidak! Spontan ia menutup pintu jendela sebelum dua menit kemudian; teh merah sambil ia tersenyum merayu kami. 

Saya tidak sedang membahas bagaimana secara situasional orang Mesir (ingin) berubah, tidak. Juga tidak mempreteli apa-bagaimana-kenapa buruknya sistem administrasi di kampus, bangunan-bangunan berdebu dimakan zaman. Mereka ada karena mereka yakin. Alih-alih mempercantik diri, malah mengumumkan kepada siapa pun bahwa berjalan mundur itu candu.

Di jalanan, tarabeza (meja-meja) berjejeran siap menerima tamu untuk menyantap hidangan dari tuhan. Ahmed El-Zoor Street hingga Saleh Al Gaafari Street tenunan al-sadu memerah menghiasi maidaturrahman yang tersedia di segala sudut penjuru Kairo. Tidak memandang usia dan pekerjaan, mereka (para dermawan) menjejerkan meja yang diletakkan berbagai jenis makanan di atasnya. Siapa saja yang datang dipersilahkan untuk duduk sambil menunggu azan magrib berkumandang. beramai-ramai memenuhi kursi yang telah disediakan. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi: "Barangsiapa yang memberikan makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala sebagaimana orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun." 

Hadits ini menunjukkan betapa besarnya ganjaran bagi mereka yang berbagi makanan kepada orang lain yang tengah menjalankan ibadah puasa. Keutamaan ini tentu menjadi motivasi besar bagi setiap muslim untuk lebih dermawan di bulan Ramadan. 

Maidaturrahman konon diambil dari surat Al-Maidah, dalam surat itu disebutkan bahwa Allah Swt. menurunkan hidangan dari langit untuk Nabi Isa Alaihissalam, sedangkan kata Ar-Rahman diambil dari salah satu dari nama-nama Allah (Asmaul Husna) yang artinya Maha Pengasih. Nama ini digunakan agar dengan hidangan tersebut Umat Islam satu sama lain bisa saling mengasihi dan menyayangi.

Menu yang disajikan sangat beragam. Salah satu yang wajib adalah ‘Isy yang merupakan makanan pokok warga Mesir, roti berbentuk bulat yang biasanya dimakan dengan fuul (kacang) atau dengan sup berkuah kental berisi sayur dan daging. Ada juga hidangan nasi sebagai makanan pokok kedua setelah ‘Isy. 

Datang tepat waktu menjadi sebuah keharusan jikalau ingin kebagian maidaturrahman. Ya, Kebiasaan tidak on time (baca: ngaret) tidak berlaku di sini. Siapa pun yang telat hanya akan berujung pada kecewa. 

Menunggu waktu berbuka di maidaturrahman membuat saya berpikir tentang konsep waktu di berbagai budaya. Di Mesir, orang bisa berubah lebih disiplin saat Ramadan. Tapi bagaimana jika ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari?

PUNCTUALITY. Kata itu terbersit di benak saya. 

Masyarakat Jepang memang terkenal dengan penerapan tinggi akan punctuality atau keakuratan waktu dalam kehidupan sehari-hari. Konsep waktu dan jadwal yang ketat memegang peranan penting dalam budaya Jepang. Punctuality menjadi salah satu nilai utama yang sangat dijunjung tinggi. 

Punctuality dalam kehidupan sehari-hari di Jepang tercermin dalam berbagai aspek, mulai dari transportasi, pertemuan bisnis, hingga kegiatan sehari-hari masyarakat. Ketepatan waktu bukan sekadar menjadi aturan formal, tetapi lebih sebagai cerminan nilai kepercayaan, disiplin, dan penghormatan terhadap kesepakatan bersama. 

Di Jepang, tiba tepat waktu dianggap sebagai bentuk KESOPANAN. Terlambat dianggap tidak hanya mengganggu orang lain, tetapi juga menghambat efisiensi dan keamanan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat Jepang dilatih sejak dini untuk menghormati waktu dan menjaga ketepatan dalam segala aktivitasnya. 

Kultur punctuality Jepang tercermin dalam sistem transportasi yang sangat efisien. Kereta api, misalnya, selalu tiba dan berangkat di waktu yang telah ditentukan dengan sangat tepat. Dalam dunia bisnis, rapat atau pertemuan dijadwalkan dengan ketat dan tidak ada keterlambatan. Bahkan, sales representative sering datang lebih awal agar dapat mempersiapkan segala kebutuhan sebelum pertemuan dimulai. 

Implementasi konsep waktu dan jadwal yang ketat ini juga tercermin dalam kegiatan sehari-hari masyarakat Jepang. Mulai dari antrian yang tertib, penggunaan jadwal harian yang teratur, hingga perencanaan waktu untuk berbagai aktivitas. Punctuality menjadi pondasi yang kuat untuk menjalankan kehidupan sehari-hari dengan efisiensi dan keteraturan. 

Memahami dan menghormati konsep waktu dan jadwal di Jepang adalah kunci untuk beradaptasi dan menghargai budaya Jepang. Punctuality menjadi salah satu nilai utama yang perlu diperhatikan saat memiliki interaksi dengan masyarakat Jepang, baik dalam kesempatan bisnis, wisata, maupun dalam kehidupan sehari-hari.

***

Di sudut-sudut Kairo, senyuman merekah menjelang berbuka, bertasbih menyebut nama Tuhan yang Maha Penyayang.

Semoga Allah subhanahu Wata'ala menerima segala amal ibadah kita, diberkahi setiap makanan. Semoga Allah subhanahu Wata'ala memasukkan kita ke dalam istana hijau-Nya, dengan rahmat-Mu, terimalah haus dan lapar kami, "Dzahabazh zhama'u wabtallatil 'uruqu wa tsabatal ajru insya Allah."

Alhamdulillah di tegukan ke tiga.

Draft 1 : El Gamaleya, 9 Maret 2025 

Editor : Irfan Amrullah Prasetyo




Cipt, F.A.A NAVIS

Kadang aku malu dengan seluruh bekas lukaku
mereka seperti bersorak
“ HANYA UNTUK INI KAH KAMI DI SINI?!“
“ SERIUS HANYA SAMPAI SINI?!”
“ BEGINI SAJA?!, SAMPAH SEKALI”
Luka-luka itu menyorakiku seperti penonton yang meminta uang kembali,
Seakan tak pantas aku mendapatkan uang tiket mereka,

Tapi mereka benar,
Waktu yang mereka korbankan untuk muncul di seluruh tubuhku,
Yang dulu aku rutuki segala kehadiran mereka,
Terasa begitu mahal jika hanya untuk sampai sini

Aku harus melangkah lebih jauh lagi
Bekas bekas luka ini berhak mendapatkan aku yang lebih baik

Tapi bagaimanalah ini?
Kini aku takut untuk terluka lagi


Di bawah sinar lampu baru,2024


Oleh: Bustanul Arifin (D)

Hembusan angin singgalang menyapa Marapi tiap pagi
Seakan jadi kenangan melekat kala kita disuruh berbaris rapi

Berlari terbirit-birit sambil pake dasi 
Sudah jadi pemandangan resmi bagi kami
Anak singgalang berbapakkan marapi
Panggil kami anak ustadz Yunaldi
Eh, yg aku maksud anak ustadz zulhamdi

Kegalauan pertama kami kala itu, tatkala disuruh milih sarapan dadar buk e atau nasi kocok uni. 
Ah, 
masa dimana kami berpasrah 
dan berharap dapat senyum tulus dari anak aspi berpipi merah 

Patah hati kami kala itu, tatkala guru penjas lebih milih belajar di kelas daripada main basket di lapangan yg olahraganya jelas. 

Ah... Keji sekali bapak itu
Ingin sekali kami melemparnya dengan kinder joy.
Tapi, ujung-ujungnya nanti beliau bakalan bilang, wajar kita manusia bukan Nabi boy...

Tapi tak apa, patah hati sudah sembuh tapi kenangannya yang tak mau lusuh. Hingga suasana hati bak gemuruh riuh.

Ada apa dengan dunia ini yg selalu mendung gemuruh?
Oh ternyata teringat akan kenangan liqo maftuh
Atau jangan-jangan? Kenangan indah ttg ceramah sudah subuh?
Uh uh uh...

Oh bukan, aku rasa karena tutor sore yang kemalaman
Seakan akrab menjadi santapan harian
Terimakasih Tuhan
Sudah menyesatkan aku dalam jalan kebenaran dan indah terukir jadi kenangan

Tapi itu semua semai tertuai dalam peti kenangan, yg pernah ada dalam tajuk perjalanan...

(Lagu...)
Pernah ada rasa cinta antara kita
Kini tinggal kenangan
Ingin ku lupakan semua tentang dirimu
Namun tak lagi kan seperti dirimu
koto baruu...

Anak marapi dan singgalang, sekarang sudah terbang menjauh dari sarang

Bermulakan impian, bertiketkan bakwan buk e yang penuh doa dan harapan.

Di negeri ini, negeri yang kata orang penuh berkah
Negeri nya full dan tomiah

Dulu kami dikenal sebagai anak singgalang dan marapi
Sekarang kami mengenalkan diri sebagai anak almakki

Kembali merajut cerita lama
Membina persaudaraan dan cita
Di ruang hangat sekre almakki tercinta

Aku kira hangat hanya karena sambosa alma
Ternyata juga rasa saling memiliki kami yang kian kentara

Semoga tumbuh subur rasa persaudaran
Dan gugur perlahan kebencian dan pertikaian 

Ibu kami satu, bernamakan koto baru
Kalimat suci kami juga satu,
Satu tungku, satu suhu, satu guru

Salam hangat dari aku untuk aku
Ku bermaksud A K U itu..
Almakki yang berbahagia selalu...





FS ALMAKKI, Mesir -  Dalam rangka mengapresiasi keberhasilan pencapaian nilai akademik warga, FS ALMAKKI kembali Adakan Takrim Mutafawwiqin wa Najihiin. Acara ini berlangsung di Sekretariat ALMAKKI, Darrasah, Kairo, Kamis (31/10).

Pada sesi wawancara, ketua FS ALMAKKI, Fadhil Ahmad al-Karimi mengungkapkan rasa syukurnya terhadap FS ALMAKKI yang masih bisa mempertahankan sisi nilai akademiknya yang bagus.

“Alhamdulillah ya tahun ini, FS ALMAKKI masih bisa mempertahankan sisi nilai akademiknya. Untuk pen-takrim-an tahun ini, alhamdulillah ada 5 orang yang meraih mumtaz, salah satunya yang khirrijin yang tahun ini, khirrijat lebih tepatnya, beliau mendapatkan mumtaz ma’artabati as-Syaraf. Kemudian ada 25 orang dengan takdir jayyid jiddan, ada 5 orang dengan takdir jayyid . Alhamdulillah ini adalah berkat dari usaha keras teman-teman juga.

Karimi juga mengungkapkan bahwa pencapaian nilai yang memuaskan itu secara tidak langsung juga mengharumkan nama FS ALMAKKI.

“Seperti kutipan dari seorang pembicara apa yang didapatkan dari saat ini adalah berbanding lurus dengan usaha yang mereka lakukan. Jadi, kayak mengapresiasi usaha yang mereka lakukan, baik dengan niat atau tidak niat untuk mengharumkan nama FS ALMAKKI, tapi itu terjadi dengan nilai yang mereka dapatkan tersebut. Maka dari itu FS ALMAKKI mengadakan apresiasi untuk teman-teman yang mendapatkan nilai, juga senior-senior yang lulus pada tahun ini ”

Pada akhir wawancara, Karimi juga menjelaskan bahwa tujuan diadakannya takrim ini, bukan hanya untuk sekadar memuliakan para mutafawwiqin dan khirrijin. Namun, juga sebagai momen untuk memberikan semangat kepada mahasiswa baru supaya bisa berusaha maksimal. Sebuah harapan besar Karimi, mudah-mudahan dengan melihat nilai para senior yang memuaskan, juga bisa memicu semangat para mahasiswa baru memberikan yang terbaik untuk dirinya, secara tidak sengaja juga mengharumkan nama FS ALMAKKI.


Reporter: Rahmat Shaleh



  Cahaya sore keemasan merambat pada rumput lapangan Nadi Syabab Gamaliya, Kairo Mesir. Waktu sore, waktu di mana para manusia sedang bersantai di rumah atau mungkin baru saja pulang dari tempat kerjanya. Sementara itu, beberapa tim kebanggaan Minang Kabau sudah hadir di lapangan Nadi Syabab, tampak bersedia mengadu skill mengocek bola pada event AFC yang ke-20 (Almakki Fans Club).

  Tiupan peluit nyaring melepas para punggawa minang bertanding memperebutkan kemenangan di lapangan hijau. Mereka begitu lincah mengoper, membawa bola dengan formasi dan taktik yang telah terstruktur dengan indah. Tim yang ikut bertanding berjumlah tujuh; Real Madrid, Intermiami, Bayer Leverkusen, Manchester City, Napoli, Venezia, dan Semen Padang. 

  Nama tim itu diambil dari nama klub besar Eropa dan nama klub kebanggaan Sumatera Barat yaitu Semen Padang. Penamaan ini mungkin bertujuan sebagai doa dan harapan supaya bisa tampil dengan maksimal.

  Penisbatan nama klub  bukan sekadar merek belaka, kualitasnya juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Mata saya sempat takjub melihat bagaimana kegigihan Luthfi personil tim Intermiami yang melancarkan tendangan berkali-kali berusaha membobol gawang Real Madrid, juga kelincahan kaki Fauzan Azmi personil tim Real Madrid yang memainkan bola dengan tarian indah menipu para lawannya di tengah lapangan hijau,  kemudian keakuratan slading Husein yang berhasil merebut bola dari kaki pemain Bayer Leverkusen, dan jangan lupakan bagaimana power tendangan Adrian personil tim Bayer Leverkusen yang menampar keras telapak tangan kiper Real Madrid.

  Pertandingan berlangsung sengit. Tujuh tim itu tak mau kalah memperebutkan kemenangan. Ketika layar digelar, kapal pantang surut ke belakang. Dimulai sore dan berakhir pada jam 22.00 CLT. Pertandingan yang berdurasi beberapa jam itu, sudah cukup  menyajikan drama pertandingan yang dipenuhi sorak semangat para penonton, semakin menarik lagi dengan kehadiran komentator kocak yang melengkapi kemeriahan pertandingan. 

  Perlu diketahui komentatornya tidak lain dan tidak bukan adalah Fadhil Ahmad Alkarimi, ketua FS Almakki.

  Pertandingan ditutup dengan kemenangan Real Madrid sebagai juara satu. Di setiap pertandingan pasti ada kalah dan menang. Walaupun adanya pembedaan peringkat, bagi saya semua tim sudah berhasil memukau mata para penonton. Event ini berbeda dengan pertandingan sepak bola pada umumnya, semua tim yang bermain pada event ini mendapatkan hadiah. Sehingga tidak ada kesan rugi mengikuti event ini.

  “Harapannya kegiatan ini dapat terus digelar, tak hanya silaturrahmi, bibit unggul punggawa si kulit bundar pun dapat kita temukan pada event ini.” Ucap Karimi selaku ketua FS Almakki yang mendukung acara tahunan ini untuk terus diadakan setiap tahunnya. 
 

Penulis: Rahmat Shaleh
Editor: Tenra Septu Amin
GALODO

Oleh: Dja Musa



Aku: Dinda, aku rindu ramah sapamu.

Dinda: (Diam, tidak ada jawaban).

Aku: Dinda, aku rindu mata kucing itu.

Dinda: (Mendecis kesal).

Aku: Engkau lebih cantik
dari noni-noni Belanda tahun 1918.

Dinda: Benarkah?

Aku: Tentu! Bahkan HAMKA ikut
goreskan namamu pada dinding Kapal Vander Wick.

Dinda: Bukankah kapal itu tenggelam?

Aku: Hm...Iya, maksudku bukan...

Dinda: Cukup! Biarkan aku menyelesaikan marah.

Aku: Tapi laharmu terlalu dingin! Berapa hati lagi yang akan engkau sakiti?

Dinda: Diam! Aku hanya mengikuti sunnatullah!

Aku: Bisakah engkau hentikan ini sekarang?

Dinda: Jika memang cinta, nikmati juga marahku!

Aku: Tapi!

Dinda: Apa?! Mau jawab apa lagi?!

Aku: Enggak apa-apa. Cepatlah membaik, Dinda.