Dewasa ini kita sering mendengar kabar tentang adanya keributan dalam masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam beragama. Tak jarang, perbedaan ini mengakibatkan perkelahian antar satu kelompok dengan kelompok lainnya. Ini tentu menjadi kabar menyedihkan yang menimpa umat islam saat ini. Keributan ini tak lepas dari perbuatan seorang dai dalam menyampaikan dakwahnya yang terkadang menyebutkan berbagai macam pendapat ulama dengan tujuan agar dirinya dianggap orang yang sangat menguasai ilmu agama. Hal inilah yang dapat membuat ragu masyarakat dan menjadikan orang yang fanatik buta bisa menyalahkan orang lain yang tak sesuai dengan dirinya.
Ikhtilaf atau perbedaan pandangan dalam pemikiran adalah suatu perkara yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Perbedaan cara pikir manusia menghasilkan pendapat yang berbeda-beda pula. Dalam beragamapun kita sering mendengar ikhtilaf ulama atau perbedaan pandangan dari para ulama. Dalam memahami suatu nash baik al-quran maupun hadis atau menetapkan suatu hukum tak jarang ditemui perbedaan dari para ulama. Ikhtilaf ulama ini dalam satu sisi memang menjadi rahmat bagi umat islam. Dengan adanya ikhtilaf tadi, maka umat mempunyai opsi-opsi dan jalan keluar dari suatu permasalahan yang mereka hadapi. Misalkan saja tatkala umat mendapati sebuah masalah dan ulama A mengatakan hukumnya haram secara mutlak sedangkan masalah yang dihadapi ini menyangkut hal substansial dalam kehidupan mereka maka umat bisa mengambil pendapat ulama B yang mengatakan bahwa hukumnya boleh dengan syarat pendapat itu adalah pendapat yang ma’tabar. Namun di sisi lain jika ikhtilaf ini tidak ditangani oleh orang yang ahli maka akan menghasilkan kekacauan bahkan perpecahan di tengah umat islam.
Dalam sebuah kajian virtual buya Zulhamdi Malin Mudo Lc MA, ketua MUI kota Padang Panjang menyampaikan bahwa menjelaskan ikhtilaf ulama pada masyarakat umum itu harus sangat berhati-hati dan tak bisa sembarangan. Sebelum menjelaskan ikhtilaf ulama pada masyarakat harus melihat pada tiga poin yaitu :
Pertama, untuk apa ikhtilaf itu dibahas/disampaikan? Jika tujuannya menguatkan pendapat pribadi dan merendahkan ulama lain tentu ini tak dapat dibenarkan. Namun jika pembahasan ikhtilaf itu dibutuhkan oleh masyarakat maka tak menjadi masalah. Di sinilah kebijaksaan seorang ulama dan dai dibutuhkan.
Kedua, siapa yang membahas ikhtilaf itu? Apakah dia orang yang mempunyai kapabelitas dalam membahas ikhtilaf ulama tadi atau tidak? Orang yang baru belajar ilmu agama jangan sampai menyibukkan diri dengan pembahasan ikhtilaf ulama. Pelajari dulu dasar-dasar ilmu agama baik fikih,hadis,tafsir dan lain sebagainya. Pahami dulu matan (buku kecil) yang berisi pembahasan secara umum dari salah satu cabang ilmu keislaman. Setiap ilmu itu ada jenjang dan tahapan mempelajarinya.
Ketiga, siapa yang mendengarkan ikhtilaf itu? Jika yang mendengar ikhtilaf itu adalah orang yang berilmu atau masyarakat suatu daerah yang sudah terbiasa dengan perbedaan pandapat maka itu tak menjadi masalah. Jangan sampai kita yang niatnya berdakwah, mengajarkan masyarakat malah menjadi penyebab perpecahan dalam masyarakat. “Dakwah kita itu harus dakwah islam, dakwah yang membina masyarakat. Bukan dakwah yang memperkenalkan keyakinan pribadi dan keilmuan yang diyakini” ucap buya Zulhamdi menutup kajiannya.
(Ditulis oleh Fikran Aulia Afsya. Mahasiswa fakultas ushuluddin tingkat 2 universitas al-Azhar Mesir)