September 2022

Jadi yang Terbaik

Oleh : Awan

 

Amal tak cukup diacungkan tuk menggapai rahmat-Nya

Sholat yang tak seberapa tak cukup membayar surga-Nya

Puasa yang tak seberapa tak cukup menahan panasnya neraka

Zakat yang tak seberapa terlalu sedikit

Tuk layak meminum air telaga rasul-Nya

 

Sholawat terus disenandungkan dengan penuh harap

Harapan agar sang nabi sudi memandangku

Di bawah terik hari perhitungan

Matahari pada hari itu berada sejengkal di atas kepala

Yang tidak beruntung akan tenggelam di lautan keringat dosa

 

Kehadiranku di hadapan majelis para ulama dipenuhi semampu diri

Agar dipandang juga wajah sang pendosa ini

Wajah penuh harap tuk mendapat doa

Yang mengiringiku ke dalam nikmat surga

Usaha menjadi anak terbaik bagi orang tua

Mudah-mudahan menjadi wasilah menggapai ridho-Nya

 

Usaha menjadi anggota saudara yang terbaik

Mudah-mudahan diri ini dapat diingat di hari nanti

Tatkala mereka bersenda gurau di surga

Mengingat sanak familinya di dunia

 

Usaha menjadi sahabat terbaik

Kepada semua teman adalah ungkapan harap

Agar mereka ingat pada diri ini

Tatkala mereka tak menjumpaiku di surga nanti

 

...Yaa Rabb

Aku adalah hambamu yang faqir

Yang penuh maksiat dan sedikit taat

Curahkanlah rahmat dan magfirah-Mu kepadaku

 


CANDU SANG PERINDU

(Oleh: Irawan)

 

Bukan sebatas rekaan goresan bekas

Tarian tangan pada secarik kertas

Menari-nari ditemani cahaya keemasan

Lilin menyala membatasi kegelapan

Pahlawan yang merubah peradaban

Mengusir jahatnya malam bagai rembulan

Izinkan aku menulisnya pada bait-bait ini

Pujian sederhana untukmu wahai Habibi

 

Dikaulah sebaik ciptaan Ilahi

Indahnya akhlakmu bak menyihir sanubari

Tak ubahnya bagai permata di atas permadani

Bahkan saat wajahmu berlumuran darah

Tatkala ingin menebar risalah

Engkau tetap berdoa bagi mereka hidayah

Ingatkah dirimu saat malaikat begitu geram

Hingga ingin membuat gunung jatuh karam

Namun darimu terucap kalam

Akan lahirnya di tanah ini pembela islam

  

Perhatikanlah wahai Baginda

Tanganku  lepas dari rantainya

Tidak mau berhenti memujimu

Takjubku kini menjadi candu

Semakin dilarang semakin menjadi

Walau tak nampak oleh mata lagi

Sabdamu selalu mengisi relung hati

 

Tinta t’lah habis daya merangkai aksara

Tak sanggup lagi melukis rasa

Api lilin pun mulai kehilangan tempat naungnya

Namun  belum jua mencapai kemunca

Aduhai Engkau Sayyidul Anbiya’

Indah akhlakmu tersurat dalam firman-Nya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



MATAHARI DI TENGAH HUJAN

(Oleh: Rasya)

 

Engkau bukanlah kedatangan yang disengaja

Dedaunan yang gugur pada dahannya

Menyiratkan kebetulan bernama takdir yang disamarkan

Disembunyikan dari fajar hingga bertemu senja

Menuliskan cerita dikala bulan mulai meninggi

Kita saling menatap pelan dan lekat pada langit yang sama

Bertanya seperti apa gerangan wajah bianglala

 

Dari seberang, aku seolah-olah berdiri mendukungmu

Mengulurkan tangan melewati batas waktu

Seraya berkata baik-baik di sana, jauhi gurun dan dekati lautan

Membuang ke putus asa an dan merajut sejuta harapan

Tak berpeluh dan memudar menapaki perjuangan

Seperti seorang anak kecil yang menatap rembulan

Matanya yang berkaca-kaca tidak karuan

 

Jangan terlalu keras kepada dirimu

Kita bisa menjadi tempat beristirahat satu sama lain

Bercerita tentang dunia buku di kepalamu

Sambil menatap cakrawala tanpa batas

Tak lapuk di hujan, tak lekang di waktu

Aku yakin tekadmu tidak selemah itu

Yakinlah akan ada matahari muncul di tengah hujan

Menghilangkan benalu pada hati ditimpa kesedihan