Apa Itu Ilmu Kalam?, Pernah dengar tentang Ilmu Kalam?, Apakah Ilmu Kalam itu berbeda dengan Ilmu Tauhid? berbeda dengan Ilmu Akidah? atau berbeda dengan Ilmu Ushuluddin?, dan apa manfaat ilmu kalam?, kuy simak penjelasan dibawah ini.

Mungkin ilmu kalam (bahasa arab: علم الكلام) sudah tidak asing lagi ditengah-tengah kita, berbagai definisi tentang ilmu kalam pun sangat sering kita temukan didalam literatur-literatur islam, salah satunya yang paling populer adalah definisi yg dikemukakan oleh Imam Addhud Addin Al-Iiji (680-756 H) didalam kitab beliau Al-Mawaaqif, yang merupakan rujukan utama didalam materi ilmu kalam, beliau memaparkan bahwa ilmu kalam adalah: “Suatu ilmu yang dengannya kita mampu untuk mengukuhkan keyakinan-keyakinan keagamaan dengan menyuguhkan argumentasi-argumentasi serta mengonter syubhat (tuduhan-tuduhan)”, dan disana masih banyak lagi definisi-definisi tentang ilmu kalam.

Singkatnya, Allah Swt. telah menurunkan agama islam ini, kemudian mengutus para nabi untuk menjelaskan agama-Nya kepada umat manusia serta membimbing mereka, akan tetapi dengan bermodalkan pengetahuan terhadap agama ini tidak lantas membuat setiap manusia yang mengetahuinya akan mengimaninya, sebagian mereka ada yang menerimanya dan sebagian lagi menolaknya.


Penting untuk diketahui bahwa pada dasarnya agama ini mencakup permasalahan-permasalahan ashliyah (berkaitan dengan keyakinan) dan far’iyyah (berkaitan dengan amalan), kemudian permasalahan ashliyyah itu sendiri dibagi menjadi dua, ada yang ushul (bersifat fundamental) seperti pengukuhan eksistensi Allah SWT, eksistensi nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah Swt dan lain sebagainya, dan ada yang furu’ (sekunder) seperti apakah nabi Muhammad benar-benar melihat Allah Swt saat Isra Mi’raj atau tidak dan lain-lain.

Kemudian para ulama mengatakan bahwa Allah Swt memerintahkan manusia untuk berkhidmat terhadap agama, dengan menjelaskan agama ini kepada segenap alam, kewajiban ini pertama kali dibebankan kepada para nabi, kemudian setelah masa kenabian usai kewajiban tersebut berpindah kepada para ulama sebagai pewaris nabi, dan disamping itu Allah Swt juga memerintah golongan manusia yang lain (selain ulama) untuk bertanya kepada ulama terhadap persoalan-persoalan yang tidak diketahui. 

Sampai disitu muncul suatu persoalan bahwa agama ini dengan ushul dan furu’-nya ketika disampaikan kepada umat, tidak semua mereka dapat menerima hukum-hukum tersebut begitu saja, lalu bagaimana kita dapat merealisasikan perintah Allah Swt untuk menyampaikan, menjelaskan dan membimbing segenap umat kepada agama-Nya ini?.

Maka oleh karena itu ada sebagian ulama menganggap bahwa tidak ada cara yang dapat dilakukan kecuali dengan cara membangun dan menyuguhkan argumentasi-argumentasi serta membantah tuduhan-tuduhan dari pada musuh islam, karena dengan ini dapat mmberikan pengaruh yang signifikan  berupa kepuasaan dan keyakinan yang kuat pada diri manusia.

Dari sinilah para ulama merasa perlu untuk menyusun permasalahan-permasalahan tersebut dan menjelaskan prinsip-prinsip dasarnya yang disertai dengan argumentasi-argumentasi yang diperoleh dari rasio yang bersifat absolut dan tekstual (Alquran dan Sunnah), dan mengumpulkan berbagai asumsi serta persoalan yang terlintas dipikiran manusia kemudian memberikan solusi atau jawaban terhadap persoalan tersebut kedalam bentuk tulisan yang pada akhirnya bertransformasi menjadi sebuah disiplin ilmu khusus yang kita kenal dengan banyak penamaan diantaranya Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Akidah dan Ilmu Kalam itu sendiri.

Tidak cukup sampai disitu, sudah seyogyanya bagi setiap ilmu itu memiliki prinsip-prinsip dasar yang setidaknya mencakup maudhu (objek kajian), masail (materi-materi yang akan dikaji) dan tentunya faedah mengkaji ilmu tersebut.

Maka maudhu (objek) ilmu kalam oleh menurut sebagian ulama adalah berupa keyakinan-keyakinan fundamental, sebagian lain mengatakan objek ilmu kalam itu adalah al-ma’lum (segala sesuatu yang diketahui) dari segi hal itu mengantarkan kepada pengukuhan terhadap keyakinan-keyakinan keagamaan.

Ada juga sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa objek ilmu kalam adalah al-maujudaat (segala sesuatu yang ada baik yang tampak maupun tidak) juga dari segi hal itu mengantarkan kita pada konklusi yang berkaitan dengan keyakinan keagamaan.

Kemudian diantara materi-materi yang disinggung didalam ilmu kalam adalah seperti pertanyaan apakah tuhan itu ada?, Jika ada apakah tuhan berkuasa?, Apakah para nabi itu benar?, Jika iya, apa bukti kenabiannya?, Dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan lainnya yang pada intinya tujuan dari permasalahan-permasalahan tersebut tak lain dan tak bukan adalah untuk memberikan pemahaman yang kuat kepada umat terhadap agamanya sendiri, karena Allah SWT telah memerintahkan seluruh hambanya untuk mengetahui dan memahami agama ini (secara global).

Maka dari sini terlihat jelas bahwa peran Ilmu Kalam adalah memberikan pendekataan pemahaman agama yang berkaitan dengan keyakinan dan membangun argumentasi terhadap keyakinan tersebut kepada umat manusia dalam bentuk yang sistematis, masif serta berusaha untuk menjawab tuduhan-tuduhan (Syubhat) yang muncul. 

Inilah ilmu yang denganya kita mampu membela prinsip dasar agama ini dan menjelaskan kepada umat bagaimana cara berinteraksi dengan agama ini.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang mengatakan bahwa ilmu kalam merupakan ilmu baru yang tidak memiliki landasan, ilmu yang dibenci, ilmu yang tak berfaedah, tidak syar’i bahkan haram untuk mempelajarinya?

Maka untuk menjawab pernyataan tersebut terlebih dahulu kita harus menanyakan kepada mereka, apakah dengan mengetahui definisi dan makna ilmu kalam yang sudah kita jelaskan diatas lantas ia layak untuk disemati label haram, sesat dan sebagainya?, Jika jawabannya tidak, maka dari perspektif mana justifikasi itu lahir?.

Ya, tidak diragukan lagi orang-orang semacam ini menghukumi ilmu ini hanya pada sudut pandang penamaanya dengan ilmu kalam saja, bukan pada aspek definisi dan makna yang dikandung oleh ilmu kalam itu sendiri, bagaimana mungkin kita bisa menghukumi sesuatu hanya dari namanya saja?!.

Benarlah ungkapan yang mengatakan: “Manusia itu cenderung membenci sesuatu yang tidak diketahuinya”, kalaulah mereka benar-benar memahami apa itu ilmu kalam maka justifikasi-justifikasi itu tidak akan muncul, dan mereka akan mendapati betapa mulianya ilmu ini.

Kemudian beberapa orang mengatakan kita tidak perlu mempelajari ilmu kalam, mereka menganggap ada suatu ilmu yang sudah diakui keabsahannya yaitu ilmu akidah, benarkah anggapan yg seakan-seakan mengatakan ilmu kalam adalah satu hal dan ilmu akidah adalah hal lain?.

Pembahasan ini akan kita bahas pada tulisan selanjutnya.

Wallahu A’lam

_________________

Ditulis oleh : Rifki Surya Hadi, Mahasiswa Tahun 2, Fakultas Teologi Islam Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir.


Share To:

FS Almakki

Post A Comment:

0 comments so far,add yours