Korelasi I’rob dengan Makna Kalimat
Mana yang lebih dahulu, I’rob atau Makna?*
هل الإعراب فرع المعنى أو المعنى فرع الإعراب؟
هل الإعراب فرع المعنى أو المعنى فرع الإعراب؟
Jika saya katakan kepada anda:
أنَّ زَيْدٌ كَرِيْمٍ
Apa yang anda pahami dari kalimat ini?, Apa pendapat anda tentang kalimat ini?.
Mungkin anda memahami, maknanya adalah : “Sesungguhnya Zaid itu orang mulia”. Dengan alasan bahwa anna adalah salah satu huruf nawashib, Zaid adalah isim anna, sedangkan kariim khabar anna, dan ada yang salah dari segi i’robnya.
Atau maknanya adalah “Zaid yang mulia itu merintih”. Dengan
alasan bahwa anna adalah fi’lul madhi (kata kerja bentuk lampau) yang
berarti merintih, Zaid fa’il-nya, dan kariim sifat dari Zaid, namun juga
ada kesalahan dari segi i'rob-nya.
Atau barangkali anda memiliki jawaban lain yang berbeda.
Dan bisa saja apa yang saya maksud berbeda dengan apa yang anda pahami.
Kalimat diatas akan membantu kita memahami judul tulisan kita kali ini: “I’rob atau Makna, manakah yang didahulukan?”.
Apa itu I’rob?
Kalau berbicara tentang hakikat sesuatu dalam pembahasan apapun, tentu
kita harus memahami definisinya terlebih dahulu, baik secara bahasa ( لغةً ), maupun secara
istilah (اصطلاحًا ).
Definisi I’rob:
I’rob dalam bahasa arab diambil dari kata a’raba-yu’ribu-i’rooban yang
artinya sama dengan al-ibanah dan al-ifshoh yaitu menerangkan dan
menjelaskan.
Sedangkan secara Istilah, I’rob adalah perubahan yang terjadi pada
akhir sebuah kata yang disebabkan oleh amil (faktor perubahan) baik itu
secara tampak jelas atau diasumsikan (تقديرا).
Salah satu
fungsi dan kegunaan I'rob adalah agar kita tidak salah dalam memahami
makna yang diinginkan mutakallim (orang pertama), kenapa? karena beda
I’rob dapat menyebabkan perbedaan makna.
Berbicara tentang korelasi antara i’rob dengan makna, akan muncul pertanyaan: Manakah yang lebih dahulu, i’rob atau makna?
هل الإعراب فرع المعنى أو المعنى فرع الإعراب؟
Ada yang menjawab I’rob lebih dahulu daripada makna.
Ada juga yang menjawab Makna lebih dahulu daripada I’rob.
Manakah jawaban yang paling tepat?
Kedua jawaban diatas benar dari satu sisi dan salah dari sisi yang lain. Mengapa demikian?
Itu semua karena jawaban yang tepat adalah dengan merinci jawaban diatas, seperti kata orang arab Alkalaam fiihi tafshiil.
Jawaban yang tepat untuk petanyaan diatas adalah sebagai berikut:
Untuk mutakallim (baca: orang pertama) makna lebih dulu daripada
I’rob, karena I’rob mengikuti makna yang ingin mutakallim sampaikan. Makna itu diutarakan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang sesuai dengan tata bahasa arab (i'rob); agar makna yg diinginkan sampai dengan sempurna kepada mukhothob (baca: orang kedua). Jadi bagi mutakallim makna
lebih dahulu daripada I’rob (الإعراب فرع المعنى).
Sedangkan untuk mukhothob, I’rob lebih dulu
daripada makna, karena maksud yang ingin disampaikan oleh mutakallim
kepada mukhothob telah dikawal oleh i'rob-nya, tinggal bagaimana mukhothob memahaminya. Jika mukhothob
tepat dalam mengidentifikasi I’robnya, maka ia akan benar dalam memahami
maknanya. Sebaliknya, jika mukhothob salah, maka ia juga akan salah dalam memahami maknanya. Jadi bagi mukhothob, I'rob lebih dahulu dari makna (المعنى فرع الإعراب).
Dalam hal ini, bukan berarti kesalahan dalam memahami konteks sebuah kalimat terjadi ketika mukhothob tidak mampu mengidentifikasi I'rob suatu kalimat dengan tepat saja. Namun, juga bisa terjadi ketika mutakallim salah dalam menggunakan I’rob pada kalimat yang ia ucapkan, sehingga sudah bisa
dipastikan mukhothob akan salah dalam memahami maknanya, karena mukhothob memahami makna dari sebuah kalimat sesuai dengan I’rob-nya.
Nah, sekarang mari kita coba mengimplementasikan penjelasan diatas pada kalimat yang kita sebutkan diawal tulisan tadi, yaitu:
أنَّ زَيْدٌ كَرِيْمٍ
Diatas telah kita uraikan bahwa suatu kalimat memiliki makna, dan makna itu dikawal oleh I’rob.
Sebagai mukhothob sudah menjadi kewajiban kita untuk mencoba memahami
makna itu berdasarkan I’rob yang digunakan, karena I’rob itulah yang
menjaga makna tersebut. Kalau seandainya kita ragu dalam memahaminya, kita dapat menanyakan lansung kepada mutakallim apa yang ia maksud, sebelum
kita menyalahkan I’rob yang digunakan.
Kalimat diatas terdiri dari empat kata, bukan dari tiga kata.
Kata pertama adalah أنَّ kata ini
adalah fi’lul madhi (kata kerja bentuk lampau), yang berarti merintih,
bukan huruf nawashib (yang menashobkan) atau taukid (penguat).
Kata kedua adalah زَيْدٌ kata ini adalah fa’il (pelaku) dari kata kerja أنَّ , bukan isim dari huruf أنَّ yang berfungsi menashobkan dan menguatkan.
Kata ketiga adalah كَـ kata ini
adalah huruf jar yang berfungsi untuk men-jar-kan isim setelahnya. Artinya adalah seperti atau bagaikan. Bukan bagian
dari kata كريم yang berarti mulia.
Dan kata keempat adalah رِيْم kata ini adalah isim yang terletak setelah huruf jar, yang berarti rusa putih, bukan bagian dari kata كريم yang berarti mulia.
Jadi makna yang ingin saya sampaikan kepada anda dari kalimat diatas adalah: “Zaid merintih seperti rusa putih”. Bukan “Sesungguhnya Zaid itu orang mulia”.
Kalimat ini akan memiliki makna yang berbeda, jika mutakallim memang salah dalan mengunakan i’rob pada
kalimat diatas. Maka, sebelum kita menyalahkan i’rob suatu kalimat, mari kita coba memahami maknanya sesuai dengan
I’robnya. Jika kita ragu dalam memahaminnya, kita dapat menanyakan kembali kepada mutakallim maksud dari kalimat yang diutarakan.
Jadi, Manakah yang lebih dahulu, i’rob atau makna?
Kesimpulan:
Bagi mutakallim (orang pertama) makna lebih dahulu daripada I’rob,
sementara bagi mukhothob (orang kedua) I’rob lebih dahulu daripada
makna.
Wallaahu a’lam bis Showab.
*Oleh: Andi Kurniawan, Lc.
*Oleh: Andi Kurniawan, Lc.
ماشاءالله وما أجمل العلم
BalasHapusBarakallah
BalasHapus