Langsung ke konten utama

Cinta yang Tak Biasa

Waktu baca : 8 menit
 
Setoran Qur'an pada Syekh Ali Irham di Mirotsul Habib


   Sejak pertama kali memasuki penjara suci tanpa besi ini, aku memutuskan untuk jatuh cinta. Tapi ternyata, jatuh cinta tak semudah yang dibayangkan. Ia bukan sekadar perasaan yang datang tiba-tiba, bukan sekadar bunga-bunga yang mekar dalam hati. Ia butuh perjuangan, keteguhan, dan kesiapan untuk bertahan dalam setiap ujian.

   Berulang kali aku mencoba memantapkan hati, namun keraguan selalu datang mengetuk. Banyak keresahan muncul saat memulai perjalanan ini. Akal selalu menghadirkan sejuta alasan untuk menyerah, tetapi hati diam-diam menyimpan pegangan kata-kata yang menguatkan dan keyakinan yang menenangkan.

Jangan pernah mengaku cinta jika masih penuh alasan dan keluhan. Cinta sejati bukan sekadar diucapkan, tapi diperjuangkan. Dan cinta kali ini, bukan cinta biasa. Ini adalah cinta yang lebih berharga, cinta yang lebih mulia yaitu jatuh cinta kepada Kalam Ilahi.

Ia bukan sekadar kata-kata dalam mushaf, bukan sekadar bacaan di bibir. Ia adalah cahaya yang ingin selalu dinomorsatukan di hati. Ia ingin dijaga setiap hari, menuntut kebersamaan yang lebih erat, bahkan lebih cemburu daripada pasangan. Sedikit saja berpaling, ia akan pergi, bukan hanya dari ingatan, tetapi juga dari hati dan jiwa.

Cinta sejati bukan hanya tentang memiliki, tetapi tentang memperjuangkan. Katanya cinta, tapi saat menemukan ayat yang sulit, kenapa ingin menyerah, bukan justru bertahan?
Katanya cinta, tapi saat diminta murojaah (pengulangan berkala), kenapa terasa berat, bukan malah dinikmati?

Jika benar cinta, maka buktikan dengan kesetiaan. Perjuangkan, bukan sekadar diharapkan. Karena cinta sejati adalah yang tetap bertahan, bahkan ketika terasa sulit.


Menghafal dengan Tawakal, Bukan Hanya Usaha

Ketika menghafal terasa sulit, ingatlah bahwa Al-Qur'an bukan dijaga oleh kepintaran kita, bukan pula oleh usaha kita semata. Allah-lah yang menjaga Al-Qur'an, sebagaimana firman-Nya:
"إِ ﱠﻧﺎ ﻧَﺣْنُ ﻧَ ﱠزﻟْﻧَﺎ ٱﻟ ﱢذﻛْرَ وَإِ ﱠﻧﺎ ﻟَﮫُۥ ﻟَٰﺣَﻔِظُونَ"
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Kami pula yang akan menjaganya." (QS. Al-Hijr: 9)

Jika kita mengeluh bahwa menghafal itu sulit, mungkin tanpa sadar kita sedang menuhankan usaha kita sendiri, seakan-akan segalanya bergantung pada kecerdasan dan kemampuan kita. Padahal, jika Allah tidak memberi kemudahan, secerdas apa pun seseorang, ia tetap akan merasa kesulitan.

Maka, cobalah serahkan semuanya kepada Allah. Mintalah taufik dan rida-Nya saat menghafal. Bukan sekadar mengandalkan daya ingat, tetapi lebih dari itu dengan memohon agar Allah memilih kita sebagai penjaga Kalam-Nya. Karena pada akhirnya, yang bisa membuat hafalan kita kuat bukanlah otak kita, tetapi izin dan pertolongan dari-Nya.

Jadikan setiap hafalan sebagai bentuk penghambaan, bukan hanya sebagai target. Dekati dengan hati yang bersih, niat yang lurus, dan keyakinan bahwa jika Allah telah memilih kita untuk membawa Kalam-Nya, maka pasti Dia akan memudahkan jalan kita.

Menghafal Al-Qur'an Itu Mudah, Ingat! Janji Allah, Bukan Sekadar Kata-Kata.

Ketika terlintas di hati bahwa menghafal Al-Qur’an itu sulit, ketahuilah bahwa itu hanyalah bisikan dari setan. Setan akan selalu membisikkan bahwa Al-Qur’an sulit dihafal, berat untuk dijaga, agar kita ragu dan menjauh darinya. Karena setan tahu, semakin kita dekat dengan Al-Qur’an, semakin jauh kita darinya.

Padahal, Allah telah memberikan janji yang pasti dalam firman-Nya:

"وَﻟَﻘَدْ ﯾَ ﱠﺳرْﻧَﺎ ٱﻟْﻘُرْءَانَ ﻟِﻠ ﱢذﻛْرِ ﻓَﮭَلْ ﻣِن ﱡﻣ ﱠدﻛِرٍ"
"Dan sesungguhnya Kami telah memudahkan Al-Qur'an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar: 17)

Janji Allah tidak pernah meleset. Jika kita merasa sulit, bukan karena Al-Qur’an yang sulit, tapi mungkin karena hati kita belum sepenuhnya yakin. Mungkin kita lebih percaya bisikan setan daripada janji Allah.

Maka, yakinlah! Allah telah menjamin kemudahan bagi siapa saja yang ingin menghafal Al-Qur’an. Jangan biarkan was-was menghalangi langkah kita. Berdoalah, bergantunglah kepada-Nya, dan buktikan keyakinan itu dengan terus berusaha. Karena selama kita menggenggam Al-Qur'an, kita sedang berjalan menuju kemudahan yang Allah janjikan.


Kesulitan Menghafal Itu Bentuk Kemudahan dari Allah

Ketika menghafal Al-Qur’an terasa sulit, jangan mengeluh. Karena sebenarnya, kesulitan itu adalah bentuk kasih sayang Allah, sebuah jalan yang Allah berikan untuk menghapus
dosa-dosa kita. Allah berfirman:
"إِ ﱠن ٱﻟْﺣَﺳَٰﻧَتِ ﯾُذْھِﺑْنَ ٱﻟ ﱠﺳ ﱢﯾـَٔﺎتِ"
"Sesungguhnya kebaikan itu menghapus keburukan." (QS. Hud: 114)

Setiap huruf yang kita baca dalam Al-Qur'an, Allah beri pahala 10 kali lipat. Dan dalam menghafal, kita mengulang-ulang ayat berkali-kali. Bayangkan betapa banyak pahala yang kita kumpulkan! Setiap kali kita mengulang hafalan, itu bukan sekadar penguatan ingatan, tetapi juga penggugur dosa-dosa kita.

Maka, jangan takut dengan kesulitan saat menghafal. Itu bukan beban, tapi justru kemudahan yang Allah berikan untuk membersihkan hati kita. Setiap ayat yang kita ulang adalah bentuk cinta Allah agar kita lebih dekat dengan-Nya, agar dosa-dosa kita luruh, agar hati kita semakin bercahaya.

Jadi, tetaplah berjuang. Karena di setiap huruf yang kita hafalkan, ada ampunan, keberkahan, dan ridha dari Allah.

Kesulitan Menghafal Hanya Sementara

Menghafal Al-Qur’an memang terasa sulit di awal, tetapi itu hanyalah proses yang harus kita lalui. Setiap perjuangan pasti memiliki tantangannya, dan setiap perjalanan pasti ada rintangannya. Namun, kesulitan itu tidak akan bertahan selamanya. Allah sendiri telah menjanjikan:

"إِ ﱠن ﻣَﻊَ ٱﻟْﻌُﺳْرِ ﯾُﺳْرًا"
"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 6)

Kesulitan hanya akan terasa benar-benar sulit jika kita memilih untuk berhenti. Namun, jika kita terus berusaha, setiap langkah akan terasa lebih ringan, dan pada akhirnya, hafalan yang dulunya terasa berat akan menjadi bagian dari diri kita.

Lebih dari itu, kesulitan menghafal Al-Qur’an sering kali hanyalah mindset yang terbentuk dalam pikiran kita. Sama seperti ketika kita membayangkan lemon asam dimasukkan ke dalam mulut, seketika air liur kita keluar dan kita bisa merasakan keasamannya, padahal itu hanya bayangan yang kita ciptakan sendiri. Pikiran kita memiliki kekuatan besar untuk memengaruhi kenyataan. Jika kita terus berkata bahwa menghafal itu sulit, maka kesulitan itu akan semakin nyata dalam diri kita.

Sebaliknya, jika kita meyakini bahwa Allah telah memudahkan Al-Qur'an, maka kita akan merasakan kemudahan itu dalam perjalanan menghafal. Maka, ubahlah mindset. Yakini bahwa setiap kesulitan adalah proses menuju kemudahan, dan setiap huruf yang kita hafal adalah langkah menuju keberkahan. Jangan biarkan pikiran kita sendiri yang menghalangi langkah kita menuju cinta-Nya.

Kesetiaan dalam Cinta terhadap Al-Qur'an

Cinta bukan hanya tentang mengejar dengan penuh semangat, tetapi juga tentang kesetiaan setelah memilikinya. Apa artinya perjuangan besar jika setelah mendapatkannya kita justru lalai? Cinta sejati bukan hanya soal mendapatkan, tetapi bagaimana kita menjaganya dan terus membersamainya hingga akhir hayat.

Begitu pula dengan Al-Qur’an. Jika kita mengaku mencintainya, maka bentuk kesetiaan kita adalah dengan terus menjaganya dalam hati dan lisan. Bagaimana cara setia kepada
Al-Qur’an? Tentu dengan murojaah—mengulang setiap ayat yang telah kita hafal agar tidak hilang.

Karena cinta yang sejati bukan yang sekadar diraih, tapi yang terus diperjuangkan. Jangan sampai setelah berusaha menghafal, kita malah lalai dan membiarkan hafalan itu perlahan memudar. Sebab, Al-Qur’an lebih cemburu daripada pasangan. Jika kita berpaling, ia akan meninggalkan kita, menghilang dari ingatan, dan sulit untuk kembali.

Maka, jika benar mencintai Al-Qur’an, buktikan dengan kesetiaan. Jangan hanya mengejarnya saat bersemangat, lalu meninggalkannya saat lelah. Cintai ia dengan murojaah, perjuangkan ia setiap hari, agar ia selalu ada dalam hati dan menemani kita, bahkan hingga liang lahat nanti.

Mengapa Murojaah Terasa Berat?

Sering kali kita merasa murojaah lebih sulit daripada menghafal ayat baru. Padahal, pada kenyataannya, mengulang hafalan jauh lebih mudah daripada memulai dari nol. Lalu, mengapa kita justru merasakan sebaliknya?

Jawabannya sederhana: karena kita mengulang hafalan ketika hafalan itu hampir hilang, atau bahkan telah benar-benar hilang.

Bayangkan seseorang yang memiliki ayam dalam kandang. Jika ia rajin menjaganya, memberi makan, dan memastikan kandangnya aman, maka ayam itu akan tetap berada di tempatnya. Namun, jika ia lalai dan membiarkan ayam itu keluar, ia akan kesulitan menangkapnya kembali. Menjaga jauh lebih mudah daripada menangkap kembali sesuatu yang telah lepas.

Begitu pula dengan hafalan Al-Qur'an. Jika kita setia menjaganya dengan murojaah rutin, hafalan akan tetap kuat. Tapi jika kita menunda-nunda, hafalan mulai kabur, hingga akhirnya terasa seperti menghafal baru (ziyadah). Saat itu, barulah kita menyadari betapa sulitnya mengembalikan hafalan yang telah hilang.

Maka, jangan biarkan hafalan kita lepas begitu saja. Murojaah bukanlah beban, tetapi bentuk kesetiaan kita kepada Al-Qur’an. Jangan menunggu hafalan melemah untuk mulai mengulang. Lebih baik menjaga sejak awal, daripada harus bersusah payah mengulang dari awal.

Murojaah Terasa Berat? Mungkin Kita Kurang Bersyukur

Rasa berat dalam murojaah sebenarnya bukan karena hafalannya yang sulit, tetapi karena kurangnya rasa syukur dalam hati. Jika kita benar-benar menyadari bahwa setiap ayat yang telah melekat di lisan kita adalah anugerah dari Allah, maka murojaah bukanlah beban, melainkan nikmat yang harus kita syukuri.

Allah berfirman:

"ﻟَﺋِن ﺷَﻛَرْﺗُمْ ﻷََزِﯾدَ ﱠﻧﻛُمْ وَﻟَﺋِن ﻛَﻔَرْﺗُمْ إِ ﱠن ﻋَذَاﺑِﻰ ﻟَﺷَدِﯾدٌ"
"Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian. Tetapi jika kalian kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7)

Mensyukuri hafalan bukan sekadar merasa senang telah menghafal, tetapi menjaganya dengan selalu mengulanginya. Bukankah salah satu bentuk syukur adalah selalu menyebut nikmat yang diberikan? Maka, dengan terus membaca dan mengulang hafalan, kita sedang mensyukuri nikmat tersebut.

Sebaliknya, jika kita lalai dalam murojaah, itu bisa jadi tanda bahwa kita belum benar-benar menghargai hafalan yang sudah kita miliki. Bagaimana mungkin Allah akan menitipkan lebih banyak ayat kepada kita, jika satu ayat yang sudah kita hafal saja tidak kita jaga?

Maka, jangan jadikan murojaah sebagai sesuatu yang berat, tetapi lihatlah ia sebagai anugerah yang harus dinikmati. Syukuri setiap ayat yang sudah dihafal, ulangilah dengan hati yang penuh cinta, dan Allah akan memudahkan kita untuk terus menambah hafalan. Semakin kita bersyukur, semakin Allah tambahkan nikmat-Nya.


Murojaah Terasa Berat? Mungkin Karena Niat yang Salah

Kadang murojaah terasa berat bukan karena sulit, tetapi karena hati kita terfokus pada hal yang salah. Bisa jadi, kita terlalu sibuk mengejar ziyadah (hafalan baru) hanya demi pujian manusia. Kita ingin terlihat hebat dengan banyak hafalan, ingin dipuji sebagai penghafal Al-Qur’an, hingga tanpa sadar lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas.

Padahal, Allah tidak melihat berapa banyak ayat yang kita hafal, tetapi bagaimana kita menjaganya. Manusia mungkin terkesan dengan jumlah hafalan kita, tapi di sisi Allah, hafalan yang tidak dijaga tidak memiliki nilai.

Maka, tanyakan kembali pada diri sendiri: Untuk siapa kita menghafal?

Jika hanya untuk manusia, maka kita akan terus berlomba menambah hafalan, meskipun hafalan lama sudah mulai kabur. Namun, jika kita menghafal karena Allah, maka murojaah akan menjadi prioritas utama. Karena cinta sejati kepada Al-Qur’an bukan sekadar menghafal, tetapi menjaganya dengan penuh kesetiaan.

Jadi, jangan sampai sibuk mengejar yang baru, tetapi yang lama kita lupakan. Bukan banyaknya hafalan yang membuat kita mulia di sisi Allah, tetapi bagaimana kita menjaga setiap ayat yang telah Allah titipkan di hati kita.


Murojaah & Ziyadaah: Kesetiaan dan Perjuangan yang Harus Seimbang

Murojaah adalah bukti kesetiaan, sedangkan ziyadah adalah perjuangan. Keduanya tidak bisa dipisahkan, karena kesetiaan tanpa perjuangan akan membuat kita stagnan, sementara perjuangan tanpa kesetiaan akan berujung pada kehilangan.

Apa gunanya menambah hafalan baru jika hafalan lama tidak dijaga? Itu sama saja dengan mengisi air ke dalam ember bocor—pada akhirnya, semua akan hilang. Namun, jika kita hanya menjaga tanpa menambah, kita juga akan tertinggal, kehilangan semangat, dan akhirnya kehilangan arah.

Maka, murojaah dan ziyadah harus berjalan selaras, agar hafalan kita tidak hanya bertambah, tetapi juga tetap terjaga. Bukan sekadar menumpuk hafalan demi kepuasan diri atau pujian orang lain, tetapi agar setiap ayat yang kita hafal menjadi bagian dari hidup kita, mengalir dalam setiap doa, dan menemani kita hingga akhir hayat.

Karena kebahagiaan sejati bukan pada banyaknya hafalan yang kita capai, tetapi pada seberapa kuat kita menjaga amanah dari Allah ini dalam hati kita. Jangan sampai kita hanya menikmati ziyadah sebagai kesenangan sesaat, tapi lupa bahwa tanpa murojaah, semua itu bisa berakhir dengan penyesalan.

Aslan, 10 Ramadhan 1446 H 
LisPatur = Nulis Pas lagi Futur

Penulis: Ika Nurmaliah
Edtior: Tenra Amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rahasia di Balik Taqdim dan Ta'khir Musnad dan Musnad Ilaih

Rahasia Dibalik Taqdim dan Ta'khir Musnad dan Musnad Ilaih Berbicara tentang Balaghoh berarti kita sedang membicarakan suatu keilmuan didalam bidang bahasa (khususnya Bahasa Arab), yang mengkaji tentang bagaimana sang penutur bahasa (متكلم) dalam aktifitasnya menuturkan suatu bahasa (ucapan) kepada orang yang diajak berbahasa (مخاطب). Sesuai dengan namanya, Balaghoh yang berarti sampai, ilmu ini mengajarkan bagaimana cara agar sang mutakallim   fasih dalam ber takallum (mengucap) sehingga mutakallim  bisa sampai pada maksud yang hendak ia capai melalui perkataan yang fasih tersebut. Perkataan (كلام) sang  mutakallim tersebut bila kita cermati lebih dalam bukanlah suatu barang yang tunggal, melainkan perkataan tersebut terbentuk dari beberapa unsur/bagian-bagian yang dalam hal ini kita kenal dengan istilah kata yang mana dari sekumpulan kata-kata itu terbentuklah suatu perkataan. Saat mutakallim berbicara, sangatlah tidak mungkin ia menyebutkan (kata)...

10 Hal yang Harus Diketahui Tentang Ilmu Kalam - Bag2

10 Hal yang Harus Diketahui Tentang Ilmu Kalam [Bagian-2] Pada tulisan kali ini kita akan melanjutkan pembahasan seputar sepuluh hal yang harus diketahui tentang ilmu kalam. Sebagiannya sudah kita paparkan pada tulisan sebelumnya ( Bagian 1 ), adapun sebagiannya lagi adalah sebagai berikut : 6. Peletak dasar ( al- Wadhi’ ) 7. Nama ( al-Ism ) 8. Sumber pengambilan ( al-Istimdad ) 9. Hukum mempejari ( alHukm ) 10. Permasalahan yang dibahas ( al-Masail ) Keenam: Peletak Dasar/Penggagas ( al-Wadhi’ ) Penggagas ilmu kalam atau ilmu tauhid sebagai sebuah disiplin ilmu adalah Imam Abu Hasan Ali bin Ismail bin Al-Asy’ari (wafat 324 H) dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi (wafat 333 H). Makna penggagas disini adalah kedua imam ini merupakan orang yang menulis buku-buku yang menjadi rujukan awal untuk masalah tauhid. Kedua imam ini juga dikenal sangat konsen terhadap ilmu tauhid dan membentenginya dari syubhat-syubhat (tuduhan-tuduhan). Adapun tauhid sebagai sebuah k...

Hal yang Membatalkan Puasa dan Konsekuensinya

Apa saja hal-hal yang dapat membatalkan puasamu? Dan apa sanksi yang diwajibkan bagi orang yang puasanya batal? Puasa adalah  salah satu ibadah wajib bagi setiap muslim yang menempati urutan ketiga pada rukun islam setelah syahadat dan shalat. Menahan makan, minum dan hawa nafsu dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari adalah definisi masyhur untuk puasa. Namun apakah dengan menahan tiga hal ini puasa kita akan sehat wal 'afiyat tanpa cacat? Atau adakah beberapa hal lain yang bisa membatalkan puasa kita? Yuk, langsung disimak dua pembahasan dibawah ini. Tentang hal-hal yang membatalkan puasa dan hukuman bagi pelanggarnya. Sekaligus muhasabah diri dengan kembali mengkaji, apakah puasa yang kita lakukan selama ini sudah benar-benar terhindar dari hal-hal tersebut? Check it out...  Agar mencakup dua pembahasan sekaligus, berikut penulis paparkan hal-hal yang dapat membatalkan puasa beserta hukuman apa yang akan didapatkan oleh pelanggarnya : Wajib men...