“Jangan lupa hadir halbi kita hari ini kak akak…”
Ya! begitulah bunyi pesan yang masuk sore itu. Pikiran saya pun menghayal jauh (tak terlalu jauh namun cukup lama sekali saya tenggelam di dalamnya). Bukan hal yang penting untuk dibahas, tapi penting untuk diceritakan. Bagaimana almakki kalau tanpa ada silaturahmi? Apakah ia serupa dengan rumah tanpa penghuni? Atau hubungan tanpa status? Ea..
Ah, bukan itu maksud saya. Maksudnya kalau sesi silaturahmi ini ditiadakan. Masih bisakah kita sebut ia sebagai almakki itu sendiri? Rasanya tidak tepat lagi kalau dipanggil dengan Almakki. Intinya, almakki itu harus ada forum silaturahmi! Hemat saya.
Kalau begitu ia adalah rumah dengan segenap penghuninya, hubungan dengan status kekeluargaannya, Almakki dengan silaturahminya!
Ujian termin 2 telah usai, kehidupan normal di kalangan mahasiswa pun berlanjut. Masisir pun beragam rupanya. Ada yang mulai merancang seluruh aktivitas hidupnya ke depan, ada yang mulai membuat “wishlist tour” pasca ujian, ada yang masih tenggelam dalam wacana panjang yang melenakan, ada juga yang sengaja berhibernasi dalam layar dunia mayanya, dan ada juga yang masih melamun di dekat jendela (itu saya). Seolah ujian kemarin itu adalah sebagai “mimpi buruk semalaman”. Eh, Bukan semalaman, tapi sebulan! Ya, mimpi buruk bagi saya yang hanya menyiapkan muqarar menjelang ujian saja, yang hanya mengandalkan bimbel tanpa hadir dalam kuliah, yang rekaman dukturpun enggan untuk saya putar.
Meski saya tak tahu kemana dan dimana kertas jawaban ujian saya saat ini. Apa nilai yang tertera didalamnya saya pun jahil. Tapi rasa beban dan kekhawatiran itu sudah mulai hilang.
Bukan itu yang hendak saya ceritakan di sini. Tapi tentang makna pesan tadi sore itu. Tentang maksud dari silaturahmi itu sendiri. Kalau ingin sedikit ilmiah, bolehlah kita merujuk pada KBBI apa makna silaturahmi itu sendiri. Ialah tali persahabatan (persaudaran).
Bukan persahabatan atau persaudaraan namanya, kalau bukan dengan berkumpul, berbincang, atau tertawa bersama.
Apalagi bagi perantau minang yang punya Amanah “mambangun umat” dipundaknya itu. Apalah lagi bagi almakki itu sendiri. Maka silaturahmi (atau halal bi halal: sama saja) itu bak makanan penunda rindu bagi mereka yang jauh di perantauan. Ia mampu menciptakan tawa pada setiap hati manusia, serta senyuman pada raut wajah mereka.
Rasa rindu pada kampung halaman itu pasti singgah di jiwa setiap orang. Tergantung bagaimana mereka melampiaskan rasa rindu itu.
Bagi Almakki hal seperti ini (halal bi halal) pun telah menjadi tradisi sebagai pengobat hati bagi mereka yang biasanya menikmati sup daging atau rendang masakan ibu selepas shalat ied.
Semua itu, digantikan perannya oleh Almakki di malam acara (halal bi halal) itu. Mereka sejenak melupakan nafsu kerinduan tadi buat sejenak, buat menentramkan hati tadi.
Malam silaturahmi itu bisa menghibur semua orang, membuat orang tersenyum. Seolah letihnya naik delapan lantai ke sekretariat itu tak terasa lagi. Mungkin karena masakan “gulai cancang” ala chef almakki, atau hadiah dari undian malam itu, atau mungkin karena segarnya air mentimun yang sejuk di musim panas itu.
Intinya silaturahmi itu penting! Kalau bukan, apatah lagi arti dari kata “FS” di depan kata “Almakki” itu lagi?
Harapan kitapun niat baik dan tulus ini akan menjadi tradisi bagi mereka generasi almakki nantinya.
“akak-akak dulu buek mode iko a..” ucap mereka nanti.
Halal Bi Halal Idul Adha FS Almakki Mesir 2025
Cairo, 28 Juni 2025
Sekretariat FS Almakki
Penulis : Dino Kharibu Zikri
Komentar
Posting Komentar