“Apa Benar Berorganisasi Menjauhkan Masisir dari Bertalaqqi?”
![]() |
Azhary antara talaqqi dan organisasi. |
Berikut hasil dari diskusi kawan-kawan almakki yang tergabung dalam grup AlMakki Menulis pada hari Rabu, 9 Juli 2015.
🗣️ Hendra
* Menurutnya, pertanyaan “apakah organisasi menjauhkan Masisir dari talaqqi” salah kaprah.
* Faktor penentu utama justru internal (kemalasan atau semangat) dan eksternal (lingkungan, pekerjaan, dll).
* Organisasi hanyalah salah satu faktor yang sifatnya relatif — tidak mutlak menghambat ataupun mendukung.
* Kunci ada pada individu: harus mampu mempertemukan faktor pendorong dan penghambat talaqqi, lalu mengaturnya dengan baik.
---
🗣️ Intan
* Menolak mosi bahwa organisasi menjauhkan Masisir dari talaqqi.
* Banyak organisasi justru mendukung keilmuan, termasuk talaqqi (contohnya Almakki).
* Talaqqi dan organisasi bisa berjalan beriringan karena keduanya tidak menyita waktu 24 jam penuh.
* Kembali pada manajemen waktu dan komitmen pribadi.
* Harapannya, jika organisasi sempat menyita waktu, itu tidak terjadi terus-menerus dan bisa diimbangi kembali.
---
🗣️ Fata
* Pendapat singkat: “Benar.”
* Namun, kemudian menanggapi Lahiya dengan contoh bahwa banyak juga orang aktif organisasi dan talaqqi — jadi tidak selalu bertentangan.
* Menambahkan di akhir: tujuan ke Mesir untuk belajar (‘alim), dan menyatukan fokus antara belajar & organisasi memang sulit, tapi bukan mustahil.
* Kaidah: al jam’u afdhal mina tarjih (menggabungkan lebih baik daripada memilih satu). Selama dua-duanya membawa kebaikan, lanjutkan, asal tidak meninggalkan kewajiban belajar.
---
🗣️ Lahiya
* Ringkas: Tergantung pribadi masing-masing.
* Tapi mengakui realitanya: organisasi cukup ‘menyusahkan’ untuk talaqqi (disampaikan dengan nada humor).
---
🗣️ Dino
* Melihat stigma “organisasi menghambat talaqqi” lahir dari kaum mendang-mending.
* Faktanya: banyak yang meninggalkan organisasi pun tetap lalai talaqqi, tertidur, atau sibuk dengan hal lain.
* Jadi, organisasi bukan faktor mutlak. Yang penting adalah hukum prioritas tiap individu.
* Komitmen awal Masisir datang ke Mesir untuk menuntut ilmu, maka talaqqi harus jadi prioritas di atas organisasi yang hanya opsi penunjang.
---
🗣️ Ipan Anton
* Jujur: Memang mengganggu, dengan nada santai & jujur.
---
🗣️ Fathur Gonjong
* Tidak sepenuhnya benar kalau organisasi menjauhkan Masisir dari talaqqi.
* Nyatanya banyak juga yang tetap talaqqi meski aktif organisasi — dan sebaliknya, ada yang tidak organisasi pun tetap malas talaqqi.
* Organisasi justru bisa jadi wasilah (fasilitator) talaqqi, seperti mempromosikan atau mengelola halaqah.
* Masalah utamanya: tidak ada prioritas talaqqi dalam diri individu.
* Usul: pertanyaan sebaiknya diubah menjadi: Bagaimana upaya menghidupkan budaya talaqqi?
---
🗣️ Fahmi
* Tergantung bagaimana memaknai organisasi itu sendiri.
* Kalau organisasi berbasis kajian atau literasi, justru mendukung talaqqi.
* Talaqqi sendiri tidak lepas dari pengorganisasian.
* Yang penting: tahu prioritas, mau membaca situasi, dan memahami konteks organisasi mana yang dimaksud.
* Doa: semoga diberi petunjuk agar tidak menyimpang dari tujuan.
---
🗣️ Alif Fakhriyan
* Organisasi punya dampak sosial yang baik, tetapi untuk Masisir, tujuan ke Mesir adalah belajar, jadi perlu pertimbangan matang.
* Jika diminta jawaban pendek: “Ya” — sebab dalam situasi tertentu Masisir sering dihadapkan pada pilihan talaqqi atau organisasi.
* Contoh: ketika jabatan penting bentrok dengan jadwal talaqqi.
* Namun, banyak juga organisasi yang justru mendukung jalannya halaqah.
* Intinya: kembali pada pribadi masing-masing untuk tahu kapasitas, kebutuhan, dan prioritas.
---
📌 Kesimpulan
💡 Dari rangkuman di atas, bisa ditarik benang merah:
* Organisasi bukan faktor tunggal yang menjauhkan Masisir dari talaqqi.
* Faktor utamanya: prioritas, komitmen individu, kemampuan mengatur waktu, dan lingkungan pendukung.
* Organisasi bisa menjadi penunjang atau justru penghambat — tergantung bagaimana Masisir memanfaatkan atau terjebak di dalamnya.
* Diskusi menggarisbawahi perlunya kesadaran kolektif: tujuan utama ke Mesir adalah menuntut ilmu — talaqqi, kuliah, dan aktivitas keilmuan lain.
* Solusi: tumbuhkan budaya talaqqi, tata manajemen waktu, dan arahkan organisasi untuk mendukung keilmuan, bukan sebaliknya.
---
> Allahu a’lam. Semoga rekap ini bermanfaat dan menjadi pemantik diskusi lanjutan di blog dan ruang-ruang kajian Masisir.
Perangkum : Bustanul Arifin
Komentar
Posting Komentar