Kritik terhadap Tafsir Al-azhar karya buya Hamka

Buya Hamka merupakan seorang ulama karismatik yang lahir dari rahim bumi Minangkabau. Beliau merupakan seorang ulama yang sangat produktif menghasilkan banyak karya terutama dalam bentuk buku. Salah satu karya beliau yang sangat fenomenal adalah tafsir Al-azhar yang beliau tulis dibalik jeruji besi. Namun, setiap karangan manusia tentu tidak ada yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Salah satu objek kritikan yang banyak dibahas oleh para ulama adalah "Ad-dakhil" di dalam sebuah tafsir Al-Quran. Hal inilah yang membuat Dr. Muhammad Irfan Risnal Lc. MA salah seorang doktor muda dari sumatera barat yang baru saja menyelesaikan program doktoral beliau di universitas Al-Azhar Mesir tertarik mengulas tafsir Al-azhar ini pada disertasinya yang berjudul Ad-dakhil fiy tafsir Al-azhar limufassir andunisi buya Hamka.


Dalam kesempatan bedah disertasi virtual yang diadakan oleh FS Almakki Mesir pada hari minggu 18 juni 2020, Dr.Irfan menjelaskan bahwa "Ad-dakhil" secara terminologi adalah apa yang dinukil dari tafsir yang tidak bisa dipertanggung jawabkan penukilan tersebut atau ia berisi argumen yang salah. "Ad-dakhil" sendiri bisa berupa hadis maudhu', hadis dhaif jiddan, pemahaman yang keliru atau riwayat yang tidak masuk akal dan sebagainya. Namun, "Ad-dakhil" dalam sebuah tafsir tidaklah menunjukkan kecacatan tafsir itu sendiri. Di dalam kitab-kitab tafsir yang masyhurpun seperti tafsir ibn katsir, tafsir atthabari, tafsir alqurthubi dan lain-lain juga ditemukan adanya "Ad-dakhil" dan ini merupakan hal yang wajar. Bagi seorang mufassir, memasukkan "Ad-dakhil" dalam karangannya memiliki tujuan sebagai pengayaan khazanah keilmuan.

Sebagai contoh "Ad-dakhil" dalam tafsir Al-azhar adalah saat buya Hamka menafsirkan surat al-muddatstsir ayat 4. Buya Hamka mengatakan "kita ambil penafsiran yang sederhana yaitu sabda Rasulullah SAW annazhafatu minal iman". Hadis ini memang sangat populer di kalangan umat islam. Namun, jika diteliti hadis ini termasuk dalam kategori hadis maudhu' atau hadis palsu. Walaupun makna hadis ini tidak bertentangan dengan hukum syariah namun penyadarannya kepada Rasulullah SAW seolah-olah itu adalah perkataan baginda nabi adalah hal yang keliru. Contoh lain dari "Ad-dakhil" yang ada di dalam tafsir Al-azhar adalah saat buya Hamka menafsirkan ayat Al-Quran yang bercerita tentang keadaan nabi Adam dan Hawa saat di surga. Buya Hamka menceritakan bahwa tatkala iblis ingin masuk ke dalam surga untuk menggoda Adam dan Hawa agar memakan buah khuldi ia dicegat dan tidak diperbolehkan masuk oleh malaikat penjaga surga. Kemudian iblis meminta bantuan kepada seekor ular yang saat itu mempunyai 4 kaki. Iblispun bersembunyi di dalam mulut ular dan mengelabui penjaga surga tadi agar ia bisa masuk ke dalam surga. Cerita ini memang terdengar sangat asing dan terkesan mengada-ada. Namun hal yang unik adalah setelah menceritakan kisah ini buya Hamka langsung membantah cerita ini dan mengatakan bahwa riwayat seperti ini tidak bisa kita masukkan ke dalam tafsir begitu saja karena ini adalah riwayat israiliyat. Bantahan buya Hamka seperti inilah yang menjadikan tafsir Al-azhar beda dari tafsir-tafsir yang lain dan menjadi kelebihan tafsir Al-azhar itu sendiri.

Diskusi yang berjalan hampir 3 jam ini diikuti oleh puluhan peserta dari dalam dan luar negeri. Turut hadir dalam diskusi ini Dr. Risman Bustamam, Dr. Muhammad Yahya, Dr. Eskarni ushalli dan lain-lain yang menjadikan diskusi ini semakin menarik dan menambah wawasan serta menjadi wadah bertukar pikiran. Dr. Irfan dalam diskusi tersebut berharap kepada para penerbit dan percetakan untuk menambahkan tahkik atau keterangan "Ad-dakhil" di dalam tafsir Al-azhar agar masyarakat yang membaca tafsir tersebut tidak keliru dalam memahami ayat-ayat Al-Quran.

(Ditulis oleh Fikran Aulia' Afsya, mahasiswa ushuluddin tingkat 2 universitas Al-Azhar, Mesir) 

Share To:

FS Almakki

Post A Comment:

0 comments so far,add yours